Tolui
| |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Kelahiran | ca 1191 | ||||||||||||
Kematian | 1232 | ||||||||||||
Pasangan |
| ||||||||||||
Keturunan |
| ||||||||||||
| |||||||||||||
Wangsa | Borjigin | ||||||||||||
Ayah | Jenghis Khan | ||||||||||||
Ibu | Börte Ujin |
Tolui (bahasa Mongol: Толуй; Tolui) (ca 1191–1232) adalah putra bungsu dari Jenghis Khan dan Börte. Sebagai jenderal terkemuka selama awal penaklukan Mongol, Tolui pun menjadi calon utama untuk menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 1227 dan akhirnya menjabat sebagai wali raja dari Kekaisaran Mongol hingga penobatan saudaranya Ögedei dua tahun kemudian. Istri Tolui adalah Sorghaghtani Beki. Putra mereka meliputi Möngke dan Kublai, khagan keempat dan kelima dari Kekaisaran Mongol, serta Hulagu, pendiri dari Ilkhanat.
Tolui tidak seaktif saudaranya, Jochi, Chagatai, dan Ögedei, selama kebangkitan dari ayah mereka, tetapi setelah ia dewasa, ia dianggap sebagai prajurit terbaik dibanding tiga saudaranya yang lain. Ia memimpin pasukan di bawah ayahnya selama invasi pertama Tiongkok Jin (1211–1215), dan peran menonjolnya selama invasi Mongol ke Khwarezmia juga menaikkan reputasinya. Pasca takluknya kota-kota Transoxiana pada tahun 1220, Jenghis memerintahkan Tolui untuk menaklukkan wilayah Khorasan, yang mulai menimbulkan masalah bagi pasukan Mongol. Tolui pun melaksanakan perintah tersebut dengan sangat efisien, menyerang kota-kota besar Merv, Nishapur, dan Herat, serta menaklukkan sejumlah wilayah lain. Para penulis sejarah abad pertengahan menyebut bahwa pembantaian yang diperintahkan oleh Tolui di Nishapur dan Merv menewaskan lebih dari tiga juta orang. Meskipun para sejarawan modern menganggap bahwa jumlah tersebut dilebih-lebihkan, hal tersebut tetap menjadi bukti brutalitas tidak lazim dari kampanye Tolui.
Karena sistem pewarisan tradisional Mongol bersifat ultimogenitur, Tolui selalu menjadi calon utama untuk menggantikan ayahnya. Posisinya juga diperkuat oleh penyingkiran Jochi dan Chagatai, masing-masing atas dasar ketidaksahan dan arogansi yang berlebihan. Namun, Jenghis akhirnya lebih memilih Ögedei, yang dikenal berkat kemurahan hatinya. Tolui sedang dalam kampanye terakhir ayahnya saat ayahnya meninggal pada pertengahan tahun 1227. Sebagai putra bungsu, ia lalu menjadi wali raja, yang bertanggung jawab atas pemakaman ayahnya dan administrasi negara. Interregnum kemudian berlangsung selama dua tahun, kemungkinan karena Tolui tetap ingin menjadi khan. Walaupun begitu, ia akhirnya bersumpah setia kepada Ögedei, yang dinobatkan pada tahun 1229.
Tolui pun mendampingi Ögedei setelah perang melawan dinasti Jin dimulai kembali pada tahun 1230. Kampanye tersebut lalu berhasil dan mereka pulang ke Mongolia dua tahun kemudian. Pada akhir tahun 1232, Tolui meninggal akibat penyebab yang tidak jelas. Catatan resmi menyatakan bahwa ia meninggal pada sebuah upacara shamanik untuk menyelamatkan Ögedei dari kutukan. Teori-teori alternatif menyatakan bahwa ia meninggal akibat alkoholisme atau diracun oleh Ögedei. Setelah mengambil alih lahan dan kebun Tolui, Sorghaghtani berhasil mengumpulkan cukup kekayaan dan pendukung untuk memastikan bahwa putranya Möngke dapat mengambil alih kekuasaan pada tahun 1251, pasca kematian dari putra Ögedei Güyük.
Masa hidup
[sunting | sunting sumber]Masa hidup di bawah Jenghis (ca 1191–1227)
[sunting | sunting sumber]Tahun kelahiran Tolui masih diperdebatkan. Meskipun sejarawan Christopher Atwood meyakini bahwa ia lahir pada tahun 1191 atau 1192,[2] sinolog Frederick W. Mote dan Paul Ratchnevsky menyatakan bahwa tahun kelahiran Tolui adalah akhir dekade 1180-an.[3] Ia merupakan putra keempat dari Temüjin, yang kelak menjadi Jenghis Khan, dan Börte, istri pertama dari Temüjin. Saudaranya meliputi Jochi (l. ca 1184), Chagatai (l. ca 1185), dan Ögedei (l. ca 1186).[4] Ia juga memiliki lima saudari—secara berurutan, meliputi Qojin, Chechiyegen, Alaqa, Tumelun, dan Altun.[5] Nama "Tolui" (abjad Mongolia: ᠲᠤᠯᠤᠢ, bahasa Mongol: Толуй, berarti: "cermin") juga ditransliterasikan ke dalam Bahasa Inggris menjadi Toli, Tuluy, dsb.[6] Sejarawan Isenbike Togan berspekulasi bahwa "Tolui" adalah gelar yang diberikan oleh Jenghis untuk menggantikan lakab pra-kekaisaran "otchigin", yang secara tradisional diberikan kepada putra bungsu.[7]
Tidak lama setelah kampanye Temüjin melawan Tatar ca 1196, Tolui, yang saat itu masih kecil, menjadi target dari sebuah penculikan yang diceritakan dalam dua sumber, yakni syair Mongolia abad ke-13 Sejarah Rahasia Bangsa Mongol dan catatan sejarah Jami' al-tawarikh karya sejarawan Persia abad ke-14 Rashid al-Din. Menurut Sejarah Rahasia. Tolui yang saat itu masih berusia lima tahun diselamatkan oleh Altani, istri dari jenderal Boroqul, yang menahan penculik dari Tatar hingga dua orang Mongol lain membunuh penculik tersebut. Di sisi lain, Rashid al-Din menuturkan bahwa Tolui diselamatkan oleh saudara angkatnya Shigi Qutuqu, yang saat itu telah beranjak remaja, dengan bantuan dari seekor anjing gembala Mongol.[8] Pasca kekalahan dan kematian khan Kereit Toghrul pada tahun 1203, Tolui menikahi keponakan Toghrul Sorghaghtani Beki dan cucu Toghrul Doquz Khatun, yang mana keduanya merupakan penganut Kristen Nestorian.[9] Tolui dan Sorghaghtani dikaruniai putra pertama, Möngke, pada tahun 1209. Kublai dan Hulagu kemudian menyusul lahir masing-masing pada tahun 1215 dan 1217, sementara putra bungsu Tolui Ariq Böke lahir lebih dari satu dekade kemudian.[10]
Tolui dianggap sebagai prajurit terbaik di antara putra-putra Temüjin, yang menobatkan dirinya sendiri sebagai Jenghis Khan dalam sebuah kurultai pada tahun 1206.[11] Tolui pun memimpin pasukan selama invasi Tiongkok Jin. Saat Jenghis terluka akibat dipanah pada pengepungan Xijing (kini Datong), Tolui lalu ditunjuk untuk memimpin pasukan pengepungan hingga Mongol menarik diri.[12] Bersama saudara iparnya Chigu, ia kemudian menyerang tembok Dexing pada musim gugur tahun 1213 selama persiapan untuk menyerang Perlintasan Juyong.[13]
Kampanye Khorasan (1221)
[sunting | sunting sumber]Selama invasi Kekaisaran Khwarezmia, yang dimulai pada tahun 1219, Tolui awalnya mendampingi pasukan ayahnya. Mereka melewati pengepungan yang sedang berlangsung di Otrar untuk menyerang pusat-pusat dari Transoxiana—ibu kota Khwarazmshah Samarkand dan tetangganya Bukhara—pada awal tahun 1220.[14] Bukhara berhasil direbut pada bulan Februari setelah pengepungan yang cepat, sementara Samarkand berhasil direbut dua bulan kemudian.[15] Jenghis lalu bergerak ke selatan menuju pegunungan Turkestan. Di sana, ia mengistirahatkan tentaranya selama musim panas, sementara jenderalnya, Jebe dan Subutai bergerak ke barat, dan putra-putranya melakukan berbagai operasi. Pada musim gugur, ia berhasil menyerang dan merebut Termez.[16] Tolui dan ayahnya menghabiskan musim dingin tahun 1220–1221 untuk menghadapi pemberontak di hulu sungai Vakhsh yang kini berada di Tajikistan. Pada saat itu, Jebe dan Subutai telah bergerak ke Iran barat, sehingga kota-kota yang sebelumnya tunduk kepada mereka di wilayah Khorasan menjadi lebih berani. Menantu Jenghis Khan Toquchar bahkan terbunuh dalam sebuah pemberontakan baru di Nishapur pada bulan November 1220.[17] Setelah merebut Balkh pada awal tahun 1221 dan sembari terus mengepung Taliqan, Jenghis pun mengutus Tolui ke Khorasan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi perlawanan yang tersisa di wilayah yang luas dan kaya tersebut. Tugas Tolui adalah untuk menenangkan dan menaklukkan wilayah tersebut beserta kota-kotanya dengan segala cara, dan ia pun melaksanakan tugas tersebut "dengan sepenuh hati sehingga wilayah tersebut tidak pernah pulih", menurut penuturan dari sejarawan J.A. Boyle.[18]
Pasukan Tolui terdiri dari sepersepuluh pasukan invasi Mongol dan ditambah dengan para wajib militer Khwarezmia. Sejarawan Carl Sverdrup memperkirakan bahwa jumlahnya sekitar 7.000 orang.[20] Tolui bergerak ke arah barat dari Balkh ke Murichaq, yang kini berada di perbatasan Afganistan–Turkmenistan, dan kemudian melintasi Sungai Marghab dan anak sungainya Kushk untuk mendekati kota Merv dari selatan. Ia lalu menyergap pasukan penyerbu Turkmen pada malam tanggal 24 Februari. Serangan mendadak tersebut pun membuat pasukan penyerbu kewalahan, sehingga prajurit yang tidak dibunuh oleh Mongol atau tidak tenggelam di sungai menjadi terpencar. Pasukan Mongol kemudian tiba di Merv keesokan harinya.[21] Setelah mengamati kota tersebut selama enam hari, Tolui menyimpulkan bahwa benteng dari kota tersebut dapat menahan pengepungan yang lama. Setelah menjadi target untuk serangan umum, pada hari ketujuh, penduduk kota, yang telah gagal melakukan serangan mendadak sebanyak dua kali, akhirnya menyerah kepada Mongol, yang berjanji akan memperlakukan mereka secara adil.[22] Namun, Tolui mengingkari janji tersebut, dan memerintahkan agar seluruh penduduk dibawa ke tanah datar dan dihadapkan pada pedang, kecuali sejumlah artisan dan anak-anak. Diberitakan bahwa tiap prajurit Mongol ditugaskan untuk membunuh antara 300 hingga 400 orang. Penulis sejarah kontemporer Ibnu al-Athir memperkirakan 700.000 orang tewas, sementara penulis sejarah Ata-Malik Juvayni, yang menulis beberapa dekade kemudian, mencatat bahwa seorang rohaniwan menghabiskan tiga belas hari untuk menghitung jumlah korban tewas dan menghasilkan jumlah hitungan sebesar 1.300.000.[23]
Sementara itu, Tolui telah bergerak ke arah barat daya menuju Nishapur, yang telah mengalami sejumlah peristiwa selama perang. Muhammad II, penguasa Kekaisaran Khwarezmia, telah tiba nyaris setahun sebelumnya pada tanggal 18 April 1220, setelah kabur dari serangan Mongol di Transoxiana. Ia kembali berangkat pada pertengahan bulan Mei 1220, tepat sebelum pasukan Jebe dan Subutai tiba keesokan harinya.[24] Kota tersebut pun menyerah kepada Jebe dan Subutai, yang kemudian meminta kota tersebut untuk mengurangi tembok mereka dan membantu Mongol yang melintas. Namun, kota tersebut tidak mengindahkan perintah tersebut dan malah mulai menyebabkan masalah untuk Mongol, dengan membunuh Toquchar saat ia berupaya untuk menegakkan aturan.[25] Jalal al-Din, putra sulung dan ahli waris dari Muhammad II yang saat itu telah meninggal, tiba di kota tersebut pada tanggal 10 Februari 1221, dalam upayanya untuk kabur dari pengepungan Mongol yang sedang berlangsung di Gurganj, ibu kota dari kekaisaran. Ia tinggal di Nishapur hanya selama dua hari sebelum kembali berangkat ke arah Zozan.[26]
Tolui tiba di kota tersebut pada tanggal 7 April. Sadar akan jumlah pasukan Tolui, penduduk dari kota tersebut pun langsung berupaya untuk menyerahkan diri. Namun, karena pembunuhan menantu khan merupakan penghinaan besar bagi Mongol, penyerahan diri pun ditolak. Serangan lalu dimulai sebelum hari itu berakhir, dengan tembok berhasil diterobos pada tanggal 9 April dan kota tersebut dapat ditaklukkan keesokan harinya.[27] Menurut Juvayni, kota tersebut dihancurkan sebagai bentuk balas dendam. Istri Toquchar mengawasi pembantaian seluruh penduduk kota tersebut, kecuali 400 orang pengrajin. Tidak seperti di Merv, seluruh anak juga dibunuh, dan jenazah dari sekitar 1.747.000 korban, termasuk seluruh kucing dan anjing di kota tersebut, pun bertumpuk dalam jumlah besar.[28] Tanahnya kemudian dibajak.[29] Saat bergerak melewati wilayah tersebut, Tolui juga mengirim sejumlah detasemen untuk melawan kota-kota di sekitarnya seperti Abiward, Nasa, Tus, dan Jajarm.[30]
Terdapat ketidakjelasan mengenai nasib dari Herat, kota besar terakhir di Khorasan. Sejarawan awal abad ke-20 Vasily Bartold, mengutip sejarah lokal dari dekade 1400-an, menyatakan bahwa tidak ada penduduk yang dibunuh, kecuali garnisun. Sementara itu, penulis sejarah Minhaj-i Siraj Juzjani, yang berperang melawan Mongol di dekatnya, mencatat bahwa setelah pengepungan selama delapan bulan, kota tersebut direbut dan penduduknya dibantai.[31] Kini diketahui, berkat sebuah catatan sejarah yang ditemukan kembali pada tahun 1944, bahwa Herat mengalami dua kali pengepungan. Pengepungan pertama disebabkan oleh eksekusi mati terhadap seorang diplomat Mongol di kota tersebut. Tolui yang tersulut emosi lalu meluncurkan serangan selama delapan hari, yang berpuncak pada meninggalnya malik (gubernur) dari kota tersebut. Dari tepi parit kota tersebut, Tolui kemudian menyatakan bahwa para penduduk akan dibiarkan jika mereka menyerah. Tidak seperti di Merv, Mongol menghargai perkataan para penduduk, dengan hanya membantai 12.000 orang di garnisun kota tersebut. Setelah mengangkat seorang pengawas Mongol untuk memerintah kota tersebut, Tolui meninggalkan kota tersebut untuk bergabung kembali dengan ayahnya di Taliqan pada pertengahan tahun 1221.[32] Para penduduk kota tersebut lalu memberontak dan dikepung selama berbulan-bulan oleh jenderal Mongol Eljigidei, yang dikatakan telah membunuh antara 1.600.000 hingga 2.400.000 orang saat ia mengepung kota tersebut, dalam sebuah pembantaian yang berlangsung selama tujuh hari pada bulan Juni 1222.[33]
Para sejarawan modern menganggap bahwa jumlah korban tewas yang biasanya dikaitkan dengan kampanye Tolui di Khorasan dilebih-lebihkan. Kota Merv, Nishapur, dan Herat hanya dapat menghidupi sebagian kecil dari jumlah penduduk yang diberitakan,[34] dan jumlah penduduk dari kota-kota yang dihancurkan diberitakan kembali ke jumlah semula secara ajaib. Putra angkat Jenghis Khan Shigi Qutuqu juga dikatakan memerintahkan pembantaian terhadap lebih dari 100.000 orang di Merv pada bulan November 1221, setelah pemberontakan lainnya.[35] Namun, jumlah tersebut tetap menggambarkan bencana demografi yang sangat ekstrim sedemikian hingga penduduk asli kesulitan untuk menghitung kehancurannya.[36] Sejarawan Michal Biran menyatakan bahwa kecepatan yang ditunjukkan oleh Mongol dalam melakukan peperangan pragmatis khas Asia Timur ke wilayah Muslim yang tidak terlalu kejam pun menjadi salah satu faktor penyebab keterkejutan budaya tersebut.[37]
Masa kekuasaan dan suksesi (1227–1229)
[sunting | sunting sumber]Suku-suku padang rumput Mongol tidak memiliki sistem suksesi yang pasti, tetapi kerap menerapkan semacam ultimogenitur (suksesi oleh putra bungsu) atas dasar bahwa tidak seperti kakaknya, putra bungsu tidak akan memiliki cukup waktu untuk mengumpulkan pengikut untuk dirinya sendiri dan memerlukan bantuan dari warisan ayahnya.[39] Namun, hal tersebut hanya diterapkan pada harta benda, bukan gelar.[40] Melalui sistem apanase Mongol, Jenghis membagi wilayah dan penduduknya sebagai harta benda kepada tiap anggota keluarga dekatnya. Kakaknya Qasar, Hachiun, Temüge, dan Belgutei diberi wilayah di sepanjang pegunungan Khingan Raya di timur,[41] dan wilayah dari tiga putra tertuanya berada di barat: untuk Jochi, di sepanjang sungai Irtysh, membentang sampai Siberia dan wilayah orang Kipchak; untuk Chagatai, bekas wilayah Qara Khitai di sekitar Almaligh di Turkestan; untuk Ögedei, wilayah di Dzungaria;[a] dan untuk Tolui, wilayah Mongol di dekat Pegunungan Altai.[43]
Sejarah Rahasia Bangsa Mongol mencatat bahwa ia memilih suksesornya atas perintah dari istrinya Yisui sembari mempersiapkan kampanye Khwarezmia pada tahun 1219. Di sisi lain, Rashid al-Din menyatakan bahwa keputusan tersebut dibuat sebelum kampanye akhir khan melawan dinasti Xia.[44] Terlepas dari tanggalnya, terdapat lima orang calon suksesor potensial, yakni empat putra dari Jenghis Khan dan saudara bungsunya Temüge, yang memiliki klaim terlemah dan tidak pernah dipertimbangkan secara serius.[45] Meskipun terdapat kemungkinan besar bahwa Jochi, yang lahir setelah Börte diculik dan dirudapaksa oleh anggota dari suku Merkit, merupakan anak haram, Jenghis tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut.[46] Meskipun demikian, ia dan Jochi menjadi makin berjarak seiring berjalannya waktu. Hal tersebut disebabkan oleh keputusan Jochi untuk menetap dan mengembangkan apanasenya sendiri. Tindakannya pada Pengepungan Gurganj, di mana ia enggan menghancurkan sebuah kota kaya yang kemudian menjadi bagian dari wilayahnya sehingga membuatnya gagal untuk memberikan sebagian pampasan perang kepada Jenghis, juga makin memperburuk ketegangan.[47] Jenghis juga marah terhadap penolakan Jochi untuk menghadiri sebuah kurultai pada tahun 1223, diduga karena ia sibuk berburu, dan sempat mempertimbangkan untuk mengutus Ögedei dan Chagatai guna menjemputnya, sebelum datang kabar bahwa Jochi telah meninggal akibat sebuah penyakit serius.[48]
Sikap Chagatai terhadap kemungkinan suksesi oleh Jochi—ia menjuluki kakaknya sebagai "bajingan Merkit" dan berkelahi dengannya di depan ayah mereka—membuat Jenghis memandang Chagatai sebagai sosok yang tidak kenal kompromi, arogan, dan berpikiran sempit, walaupun Chagatai sangat memahami hukum adat Mongol.[49] Penyingkiran Chagatai pun menyisakan Ögedei dan Tolui sebagai dua calon utama. Tolui sangat unggul dalam hal militer. Kampanye Tolui di Khorasan berhasil memecah Kekaisaran Khwarezmia, sementara Ögedei sangat kurang kapabel sebagai seorang komandan dan dikenal suka minum berlebihan bahkan menurut standar Mongol.[50] Namun, Ögedei sangat disukai oleh semua warga di negaranya dan dikenal berkat kedermawanan, keberanian, dan kesediaannya untuk menjadi penengah dan berkompromi. Sadar akan kekurangannya di bidang militer, Ögedei pun menaruh kepercayaan pada para bawahannya yang handal. Ögedei juga lebih mungkin melestarikan tradisi Mongol dibandingkan Tolui, yang istrinya Sorghaghtani, yang menganut Kristen Nestorian, menjadi pelindung dari sejumlah agama lain.[51]
Tolui mendampingi ayahnya Jenghis Khan saat ayahnya gugur pada tahun 1227 selama kampanye melawan Xia. Sebagai putra bungsu, Tolui kemudian menjabat sebagai wali raja dan mengelola kekaisaran. Kemungkinan berdasarkan tradisi sebelumnya, Tolui juga merumuskan hal-hal yang harus dilakukan setelah khan meninggal. Hal tersebut meliputi penghentian semua tindakan militer ofensif yang melibatkan pasukan Mongol, penetapan masa berkabung yang panjang, yang akan diawasi oleh wali raja, dan penyelenggaraan kurultai untuk mencalonkan dan memilih suksesor.[52] Tolui pun menganggap hal tersebut sebagai sebuah kesempatan, karena ia masih menjadi calon suksesor yang kuat dan mendapat dukungan dari keluarga Jochi. Tiap kurultai umum, yang dihadiri oleh para komandan yang diangkat dan dihargai oleh Jenghis, hampir pasti akan tetap menuruti keinginan dari khan yang meninggal dan menunjuk Ögedei sebagai suksesor. Ada pendapat yang menyatakan bahwa keengganan Tolui untuk menyelenggarakan kurultai didorong oleh pengetahuan akan ancaman yang ditimbulkan oleh kurultai tersebut terhadap ambisinya.[53] Pada akhirnya, Tolui harus dibujuk oleh birokrat Yelu Chucai untuk menyelenggarakan kurultai. Pada tahun 1229, Ögedei resmi dinobatkan sebagai khan, dengan Tolui tercatat sebagai orang pertama yang mengakui khan baru tersebut. Sejarah Rahasia, yang ditulis oleh para penulis sejarah yang mendukung Tolui, kemungkinan melebih-lebihkan perannya.[54]
Masa hidup di bawah Ögedei dan kematian (1229–1232)
[sunting | sunting sumber]Sisa-sisa dinasti Jin di Shaanxi terbukti sulit untuk ditangani pada awal masa pemerintahan Ögedei, dengan jenderal terkemuka mereka berhasil mengalahkan seorang jenderal Mongol pada tahun 1230 di Perlintasan Tongguan. Ögedei kemudian turun langsung ke sana pada musim gugur, dengan didampingi oleh Tolui dan putranya Möngke, yang dibesarkan oleh istri ketiga Ögedei yang tidak memiliki anak, Angqui.[55] Banyak peristiwa dalam kampanye tersebut yang saling bertentangan dalam sumber-sumber yang tersedia, karena kesulitan kronologis dan penindasan terhadap informasi yang tabu. Informasi berikut ini adalah garis besar yang dituturkan oleh sejarawan Christopher Atwood. Kekalahan di Perlintasan Tongguan kemungkinan disusul oleh dua kekalahan lain, termasuk satu kekalahan di Subutai. Kekalahan tersebut pun mengancam stabilitas dari pemerintahan Ögedei, sehingga ia akhirnya turun langsung, dengan ditemani oleh keluarga dekatnya.[56] Sejumlah sumber yang ditulis selama masa pemerintahan dari putra Tolui, Kublai, mengaitkan kekalahan tersebut dengan kepemimpinan Ögedei yang buruk dan memuji Tolui atas kemenangan berikutnya dan atas teguran bijak yang diberikan kepada saudaranya yang mengeluh.[57]
Dengan Perlintasan Tongguan berhasil direbut oleh Jin dan pasukan Mongol mengalami bencana kelaparan di provinsi Shaanxi, Ögedei dan Tolui pun menarik diri ke Mongolia Dalam untuk menyusun rencana. Mereka kemudian memutuskan untuk mengadopsi salah satu ide dari ayah mereka, yakni dengan gerakan menjepit masif, Tolui, didampingi oleh Subutai dan Shigi Qutuqu, akan menghindari Tongguan dengan cara melewati wilayah Song ke selatan dari Shaanxi, sementara Ogedei bergerak menuju ibu kota Jin Kaifeng melalui tepi Sungai Kuning.[58] Strategi berisiko tersebut pun membuahkan hasil—meskipun pasukannya diduga menderita kelaparan sehingga mereka terpaksa melakukan kanibalisme—Tolui berhasil mengumpulkan perbekalan dari wilayah Song yang belum tersentuh, menyeberang kembali ke provinsi Jin Henan, dan menghadapi musuh di Gunung Sangfeng pada tanggal 9 Februari 1232. Karena jumlah pasukannya jauh lebih banyak daripada jumlah pasukan Tolui, Jin pun mengancam akan merudapaksa seluruh prajurit wanita Mongol. Setelah berhasil meraih kemenangan, pasukan Tolui membalasnya dengan mensodomi seluruh pasukan Jin.[59] Keberhasilan tersebut pun memperkuat posisi Tolui di istana Mongol, sementara performa militer Ogedei yang biasa-biasa saja makin memperlemah dirinya sendiri.[60]
Tolui kemudian meninggal secara misterius di dekat Beijing. Ia pun telah bergerak ke utara bersama saudaranya saat Subutai mengepung Kaifeng.[61] Menurut catatan resmi dalam Sejarah Rahasia, Tolui mengorbankan nyawanya dalam sebuah ritual shamanik untuk menyelamatkan Ögedei, yang telah dikutuk oleh roh-roh jahat dari Tiongkok Jin. Meskipun para dukun telah berupaya untuk membujuk roh-roh tersebut dengan hadiah berupa pampasan perang, ternak atau rakyat jelata, roh-roh tersebut hanya bersedia menerima anggota keluarga kekaisaran.[62] Tolui dikatakan mengajukan diri untuk dikorbankan, sesuai dengan nubuat yang diduga dibuat olehnya saat ayahnya masih hidup, sebuah kisah aneh yang menimbulkan kecurigaan bahwa Ögedei telah membunuh Tolui.[63] Atwood berteori bahwa kecurigaan tersebut adalah tujuan dari Sejarah Rahasia, yang ditulis di bawah perlindungan dari keturunan Tolui yang ingin menyudutkan keturunan Ögedei secara halus.[64] Ia berpendapat bahwa pernyataan tentang kematian Tolui akibat alkoholisme, sesuai yang dituturkan oleh Juvayni, adalah yang paling masuk akal. Catatan resmi yang disebarkan oleh Sorghaghtani kemungkinan adalah untuk memperkuat posisi keluarganya di puncak istana Mongol.[65]
Sorghaghtani mewarisi harta benda Tolui pasca kematiannya atas perintah dari Ögedei. Dengan dukungan dari perkebunannya yang luas di Mongolia, Sorghaghtani pun menjadi salah satu tokoh yang paling dihormati dan paling kuat di kekaisaran tersebut.[66] Ia memainkan peran penting dalam membangun aliansi dengan keturunan Jochi di Tanduk Emas, yang berpuncak pada Revolusi Tolui tahun 1252, pengangkatan putra sulungnya Möngke, dan pembersihan terhadap hampir semua keturunan Ögedei dan Chagatai.[67] Keturunan Tolui kemudian tetap menjadi pemegang gelar kekaisaran saat kekaisaran tersebut berevolusi menjadi dinasti Yuan di bawah putra kedua Kublai dan akhirnya runtuh, sementara putra ketiganya Hulagu menjadi pendiri dari Ilkhanat di Persia.[68] Tolui kemudian diangkat menjadi khagan oleh Kublai, setelah ia mendirikan dinasti Yuan pada akhir abad ke-13, sementara ia dan Sorghaghtani juga menjadi tokoh besar dari kultus Delapan Yurt Putih di Mongolia, yang kini bermarkas di Mausoleum Jenghis Khan.[69]
Keluarga
[sunting | sunting sumber]Khagan atau wali raja Kekaisaran Mongol ditulis tebal. Sumber:[70]
Hoelun | Yesugei | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Börte | Jenghis Khan | Hasar | Hachiun | Temüge | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jochi | Chagatai | Ögedei | Tolui | Sorghaghtani Beki | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Güyük | Möngke | Kublai | Hulagu | Ariq Böke | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Zhenjin | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Temür | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan
[sunting | sunting sumber]Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Moule 1957, hlm. 102.
- ^ Atwood 2004, hlm. 46, 542.
- ^ Mote 1999, hlm. 428; Ratchnevsky 1991, hlm. 228.
- ^ Atwood 2004, hlm. 4; Mote 1999, hlm. 428.
- ^ May 2018, hlm. 51.
- ^ Atwood 2004, hlm. 542; Togan 2016, hlm. 417–418.
- ^ Togan 2016, hlm. 416–420.
- ^ Ratchnevsky 1993, hlm. 77–78; Atwood 2004, hlm. 542.
- ^ Atwood 2004, hlm. 425, 542; Mote 1999, hlm. 417–420; Ratchnevsky 1991, hlm. 80.
- ^ Atwood 2004, hlm. 21, 511–512.
- ^ Atwood 2004, hlm. 542; Mote 1999, hlm. 428; Ratchnevsky 1991, hlm. 89–90.
- ^ May 2018, hlm. 51–52; Ratchnevsky 1991, hlm. 110.
- ^ Atwood 2004, hlm. 542; Sverdrup 2017, hlm. 114.
- ^ Jackson 2017, hlm. 77–78; Buniyatov 2015, hlm. 114–117.
- ^ Biran 2012, hlm. 56–58; Jackson 2017, hlm. 78.
- ^ Boyle 2007, hlm. 308–311.
- ^ Boyle 2007, hlm. 311–314; Manz 2010, hlm. 134–135.
- ^ Jackson 2017, hlm. 79; Manz 2010, hlm. 134–135; Boyle 2007, hlm. 312.
- ^ Reinert 2011.
- ^ Manz 2010, hlm. 134–135; Jackson 2017, hlm. 79; Sverdrup 2017, hlm. 160–161.
- ^ Boyle 2007, hlm. 313.
- ^ Man 2004, hlm. 175–176; Boyle 2007, hlm. 313.
- ^ Boyle 2007, hlm. 313–314; Man 2004, hlm. 176–177.
- ^ Boyle 2007, hlm. 306–307.
- ^ Biran 2012, hlm. 60; Boyle 2007, hlm. 310, 314; Jackson 2017, hlm. 80.
- ^ Boyle 2007, hlm. 317.
- ^ Boyle 2007, hlm. 314; Sverdrup 2017, hlm. 161.
- ^ Atwood 2004, hlm. 343; Boyle 2007, hlm. 314–315; Morgan 1986, hlm. 74.
- ^ Biran 2012, hlm. 60; Man 2004, hlm. 174.
- ^ Jackson 2017, hlm. 80.
- ^ Boyle 2007, hlm. 315.
- ^ Boyle 2007, hlm. 315–317.
- ^ Boyle 2007, hlm. 316.
- ^ Atwood 2004, hlm. 344; Morgan 1986, hlm. 74–77.
- ^ Man 2004, hlm. 178–179.
- ^ Atwood 2004, hlm. 344; May 2018, hlm. 63; Morgan 1986, hlm. 78.
- ^ Biran 2012, hlm. 64–65.
- ^ May 2018, hlm. 66.
- ^ Fitzhugh, Rossabi & Honeychurch 2009, hlm. 109.
- ^ Togan 2016, hlm. 408–409; May 2018, hlm. 68.
- ^ Atwood 2004, hlm. 45.
- ^ Biran 2012, hlm. 69.
- ^ Favereau 2021, hlm. 65; Atwood 2004, hlm. 18; Biran 2012, hlm. 69.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 125; May 2018, hlm. 69.
- ^ May 2018, hlm. 69.
- ^ Mote 1999, hlm. 434; May 2018, hlm. 69; Favereau 2021, hlm. 65.
- ^ Barthold 1992, hlm. 457–458; Favereau 2021, hlm. 61–62.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 136–137; Atwood 2004, hlm. 278–279.
- ^ Atwood 2004, hlm. 81; May 2018, hlm. 69.
- ^ May 2018, hlm. 69–70; Barthold 1992, hlm. 463; Atwood 2004, hlm. 418.
- ^ Ratchnevsky 1991, hlm. 126–128; May 2018, hlm. 69–70; Boyle 2007, hlm. 540–541; Barthold 1992, hlm. 463.
- ^ Atwood 2004, hlm. 542; May 2018, hlm. 68–69.
- ^ Barthold 1992, hlm. 463; May 2018, hlm. 70–71, 94–95.
- ^ Barthold 1992, hlm. 463; May 2018, hlm. 94–95.
- ^ Atwood 2004, hlm. 277, 362.
- ^ Atwood 2015, hlm. 264–267.
- ^ Atwood 2015, hlm. 268–269.
- ^ Atwood 2015, hlm. 270–271; Sverdrup 2017, hlm. 233–238.
- ^ Atwood 2015, hlm. 271–272; Sverdrup 2017, hlm. 250–252.
- ^ Atwood 2015, hlm. 272–273.
- ^ Man 2004; Atwood 2004.
- ^ de Rachewiltz 2015, §272.
- ^ Atwood 2004, hlm. 542; Atwood 2008, hlm. 193; May 2018, hlm. 97–98.
- ^ Atwood 2008, hlm. 198–202.
- ^ Atwood 2008, hlm. 199–202; Atwood 2015, hlm. 273–274.
- ^ Atwood 2004, hlm. 362, 512.
- ^ Atwood 2004, hlm. 512; Biran 2012, hlm. 78; May 2018, hlm. 144–151.
- ^ Morgan 1986, hlm. 117; Biran 2012, hlm. 80–81.
- ^ Atwood 2004, hlm. 161–165; Moule 1957, hlm. 102.
- ^ Mote 1999, hlm. 415.
Sumber
[sunting | sunting sumber]- Atwood, Christopher P. (2004). Encyclopedia of Mongolia and the Mongol Empire. New York: Facts on File. ISBN 978-0-8160-4671-3. Diakses tanggal 2 Maret 2022.
- Atwood, Christopher P. (2008). "The Sacrificed Brother in the "Secret History of the Mongols"". Mongolian Studies. 30/31: 189–206. JSTOR 43193541.
- Atwood, Christopher P. (2015). "Pu'a's Boast and Doqolqu's Death: Historiography of a Hidden Scandal in the Mongol Conquest of the Jin". Journal of Song-Yuan Studies. 45: 239–278. doi:10.1353/sys.2015.0006. JSTOR 44511263.
- Barthold, Vasily (1992). Bosworth, Clifford E., ed. Turkestan Down To The Mongol Invasion (edisi ke-Third). New Delhi: Munshiram Manoharlal. ISBN 978-8-1215-0544-4.
- Biran, Michal (2012). Genghis Khan. Makers of the Muslim World. London: Oneworld Publications. ISBN 978-1-7807-4204-5.
- Boyle, John Andrew (2007). The Cambridge History of Iran Volume 5: The Saljuq and Mongol Periods. Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/CHOL9780521069366. ISBN 978-1-1390-5497-3.
- Buniyatov, Z. M. (2015). A History of the Khorezmian State Under the Anushteginids, 1097-1231 Государство Хорезмшахов-Ануштегинидов: 1097-1231 [A History of the Khorezmian State under the Anushteginids, 1097-1231]. Diterjemahkan oleh Mustafayev, Shahin; Welsford, Thomas. Moscow: Nauka. ISBN 978-9-9433-5721-1.
- Favereau, Marie (2021). The Horde: How the Mongols Changed the World. Cambridge: Harvard University Press. doi:10.2307/j.ctv322v4qv. ISBN 978-0-6742-5999-7. JSTOR j.ctv322v4qv.
- Fitzhugh, William W.; Rossabi, Morris; Honeychurch, William, ed. (2009). Genghis Khan and the Mongolian Empire. Washington: Mongolian Preservation Foundation. ISBN 978-0-2959-8957-0.
- Jackson, Peter (2017). The Mongols and the Islamic World: From Conquest to Conversion. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-3001-2533-7. JSTOR j.ctt1n2tvq0.
- Man, John (2004). Genghis Khan: Life, Death and Resurrection. London: Bantam Press. ISBN 978-0-3123-1444-6.
- Manz, Beatrice Forbes (2010). "The rule of the infidels: the Mongols and the Islamic world". Dalam Morgan, David; Reid, Anthony. The New Cambridge History of Islam Volume 3: The Eastern Islamic World, Eleventh to Eighteenth Centuries. The New Cambridge History of Islam (edisi ke-1st). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-5218-5031-5.
- May, Timothy (2018). The Mongol Empire. Edinburgh: Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-4237-3. JSTOR 10.3366/j.ctv1kz4g68.
- Morgan, David (1986). The Mongols. The Peoples of Europe. Oxford: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-6311-7563-6.
- Mote, Frederick W. (1999). Imperial China, 900-1800. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 978-0-6740-1212-7.
- Moule, Arthur C. (1957). The Rulers of China, 221 BC-AD 1949. London: Routledge. OCLC 223359908.
- The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Shorter Version; edited by John C. Street). Diterjemahkan oleh de Rachewiltz, Igor. Bellingham: Western Washington University. 2015. Diakses tanggal 22 November 2022.
- Ratchnevsky, Paul (1991). Genghis Khan: His Life and Legacy. Diterjemahkan oleh Thomas Haining. Oxford: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-6311-6785-3.
- Ratchnevsky, Paul (1993). "Sigi Qutuqu (c. 1180–c. 1260)". Dalam de Rachewiltz, Igor. In the Service of the Khan: Eminent Personalities of the Early Mongol-Yüan Period (1200-1300). Wiesbaden: Harrassowitz Verlag. ISBN 978-3-4470-3339-8.
- Reinert, B. (2011). "AṬṬĀR, FARĪD-AL-DĪN". Dalam Yarshater, Ehsan. Encyclopædia Iranica, Online Edition. Encyclopædia Iranica Foundation. Diakses tanggal 15 Agustus 2023.
- Sverdrup, Carl (2017). The Mongol Conquests: The Military Campaigns of Genghis Khan and Sübe'etei. Solihull: Helion & Company. ISBN 978-1-9133-3605-9.
- Togan, Isenbike (2016). "Otchigin's Place in the Transformation from Family to Dynasty". Dalam Zimonyi, Istvan; Karatay, Osman. Central Asia in the Middle Ages: Studies in Honour of Peter B. Golden. Turcologica. 104. Wiesbaden: Harrassowitz Verlag. hlm. 407–423. ISBN 978-3-4471-0664-1.
Tolui Wangsa Borjigin (1206–1635) Lahir: 1192 Meninggal: 1232
| ||
Gelar | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jenghis Khan |
Regen Kekaisaran Mongol 1227–1229 |
Diteruskan oleh: Ögedei Khan |