Lompat ke isi

Hubungan Indonesia dengan Uzbekistan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hubungan Indonesia–Uzbekistan
Peta memperlihatkan lokasiIndonesia and Uzbekistan

Indonesia

Uzbekistan
Misi diplomatik
Kedutaan Besar Indonesia, Tashkent Kedutaan Besar Uzbekistan, Jakarta

Hubungan Indonesia dengan Uzbekistan mengacu pada hubungan diplomatik bilateral antara Indonesia dan Uzbekistan. Indonesia dan Uzbekistan telah menyadari pentingnya potensi yang dimiliki oleh satu sama lain. Uzbekistan menyadari signifikansi Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara,[1] sementara Indonesia juga melihat nilai strategis Uzbekistan sebagai pintu gerbang ke Asia Tengah serta kekuatan ekonomi yang sedang berkembang dan pasar yang potensial.[2]

Sebagai negara mayoritas Muslim, Indonesia dan Uzbekistan adalah anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Berdasarkan beberapa sumber Islam, hubungan antara Uzbekistan dengan Indonesia sudah dimulai tahun 1400-an. Salah satu pendakwah awal yang membawa Islam ke Indonesia, Maulana Ibrahim As Samarkandi, berasal dari Samarkand, Uzbekistan.

Hubungan bersejarah Indonesia dengan Uzbekistan dimulai lebih awal, sebelum kemerdekaan Uzbekistan dari Uni Soviet. Pada bulan September tahun 1956, Presiden Soekarno telah mengunjungi makam Imam Bukhari di Samarkand yang kala itu berada di RSS Uzbekistan. Permintaan khusus ini dibuat Soekarno kepada Nikita Khrushchev di sela-sela kunjungan resminya ke Uni Soviet.[3]

Pada tanggal 28 Desember 1991, Indonesia telah mengakui kemerdekaan Republik Uzbekistan dari Uni Soviet yang dibubarkan. Hubungan diplomatik dimulai pada 23 Juni 1992, yang ditandatangani oleh Presiden Uzbekistan Islam Karimov selama kunjungan resminya ke Indonesia. Pada bulan April 1995 Presiden Soeharto mengunjungi Uzbekistan. Indonesia membuka kedutaan besarnya di Tashkent pada Mei 1994, dan dibalas dua tahun kemudian dengan pembukaan Kedutaan Besar Uzbekistan di Jakarta pada Desember 1996.[4][5]

Hubungan ekonomi

[sunting | sunting sumber]

Perdagangan dan investasi

[sunting | sunting sumber]

Perdagangan Bilateral antara Indonesia dan Uzbekistan mengalami tren yang cenderung meningkat setiap tahun. Pada 2007, nilai perdagangan bilateral mencapai 28,27 juta dolar AS, yang meningkat menjadi 13,75 juta dolar AS pada 2008.[1] Dalam periode 2019 hingga 2023, data Kementerian Perdagangan RI menunjukkan adanya tren peningkatan nilai perdagangan mencapai 49 persen. Pada 2023 sendiri, nilai perdagangan bilateral tercatat sebesar 141,1 juta dolar AS.[6]

Komoditas ekspor Uzbekistan ke Indonesia terdiri dari jasa, peralatan listrik, kapas, wol, dan mesin otomotif. Adapun ekspor Indonesia ke Uzbekistan mencakup mesin listrik, kakao, kopi, teh, tembakau, hewan dan minyak sayur, minyak kelapa, ban karet, sasis ban, dan kain katun.[4]

Hubungan sosial budaya

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1997, Bahasa Indonesia mulai diajarkan sebagai salah satu mata kuliah di Tashkent Institute of Foreign Languages yang saat ini menjadi Uzbekistan World Language University dengan dua orang pengajar, yaitu Muhasan, bekas mahasiswa ikatan dinas masa Soekarno, dan Amir Astapradja, staf KBRI Tashkent saat itu. Pada tahun 2001, berkat upaya Professor Namozov bekerjasama dengan KBRI Tashkent, Pusat Studi bahasa dan budaya Indonesia dibuka di Samarkand. Lembaga tersebut setiap tahun melatih lebih dari 20 siswa. Bahasa dan budaya Indonesia juga diajarkan di Samarkand State Institute of World Languages.[1] Pada tahun 2003, di Tashkent Institute of Oriental Studies juga dibuka Pusat Bahasa Indonesia. Pertukaran budaya antara kedua negara sering terjadi untuk mempromosikan hubungan yang lebih erat. Pada 1 Mei 2013, The Indonesia-Uzbekistan Cultural Performance dipentaskan di Conservatory Hall of Tashkent, menampilkan tarian Indonesia yang dilakukan oleh penari Uzbek dan juga pertunjukan musik dari Surya Vista Orchestra yang memainkan lagu-lagu Indonesia dan Uzbekistan.[7]

Pada tahun 2003 atas inisiatif beberapa jurnalis Uzbekistan, didirikan sebuah organisasi nonformal bernama Press Morning Club, yang anggotanya terdiri dari para jurnalis terkemuka dari berbagai media Uzbekistan. Klub tersebut banyak melakukan kegiatan kerja sama budaya antara Indonesia dan Uzbekistan. Salah satu kegiatannya yang signifikan adalah penyelenggaraan Malam Konser Solidaritas Uzbekistan untuk Korban Tsunami di Aceh untuk penggalangan dana bagi para korban melalui Red Crescent of Uzbekistan.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Veeramalla Anjaiah and Kanupriya Kapoor (September 1, 2009). "Uzbekistan wants to reshape relations with Indonesia" (dalam bahasa Inggris). The Jakarta Post. Diakses tanggal April 27, 2014. 
  2. ^ Priyambodo RH (March 17, 2008). RH, Priyambodo, ed. "Indonesia-Uzbekistan Sepakat Tingkatkan Kerjasama Perdagangan". ANTARA News. Antara News. Diakses tanggal April 27, 2014. 
  3. ^ Budi Hermana (June 24, 2012). "Mesranya Indonesia dan Uzbekistan". Kompasiana. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-27. Diakses tanggal April 27, 2014. 
  4. ^ a b "Indonesia–Uzbekistan Cooperation" (dalam bahasa Inggris). Uzbekistan Embassy in Jakarta. April 27, 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal April 27, 2014. 
  5. ^ "HUBUNGAN BILATERAL RI –UZBEKISTAN". Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tashkent, Republik Uzbekistan merangkap Kyrgyzstan. Diakses tanggal 2024-11-17. 
  6. ^ "Pimpin Misi Dagang ke Uzbekistan, Kemendag Bukukan Potensi Transaksi Rp 177,6 Miliar - Kementerian Perdagangan Republik Indonesia". www.kemendag.go.id (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-11-17. 
  7. ^ "Indonesia-Uzbekistan Cultural Performance Mempererat Persahabatan Masyarakat Kedua Negara". KBRI Tashkent. May 3, 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-27. Diakses tanggal April 27, 2014. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]