Zainul Arifin Pohan
Zainul Arifin Pohan | |
---|---|
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ke-2 | |
Masa jabatan 26 Juni 1960 – 13 Januari 1963 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil Perdana Menteri Indonesia ke-9 | |
Masa jabatan 1 Agustus 1953 – 24 Juli 1955 Menjabat bersama Wongsonegoro | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Ali Sastroamidjojo |
Informasi pribadi | |
Lahir | Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Hindia Belanda | 2 September 1909
Meninggal | 2 Maret 1963 Jakarta, Indonesia | (umur 53)
Sunting kotak info • L • B |
K.H. Zainul Arifin (2 September 1909 – 2 Maret 1963) adalah seorang Panglima Hizbullah, Wwakil Perdana Menteri Indonesia, ketua DPR-GR, dan politisi Nahdlatul Ulama (NU). Penetapan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No 35 Tahun 1963 bertanggal 4 Maret 1963.[1][2]
Riwayat hidup
[sunting | sunting sumber]Masa Kanak-Kanak dan Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Zainul Arifin lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara,[3] sebagai anak tunggal dari pasangan Raja Barus, Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan (ayah) dengan ibunya bangsawan asal Kotanopan, Mandailing Natal, Siti Baiyah br. Nasution. Ketika Zainul masih balita, kedua orang tuanya bercerai dan ia dibawa pindah oleh ibunya ke Kotanopan, kemudian ke Kerinci, Jambi.[4][5]
Di sana ia menyelesaikan Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan sekolah menengah calon guru, Normal School. Selain itu, Arifin juga memperdalam pengetahuan agama di madrasah dan surau saat menjalani pelatihan seni bela diri Pencak Silat. Arifin juga seorang pecinta kesenian yang aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal Melayu, Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merupakan awal perkembangan seni panggung sandiwara modern Indonesia. Dalam usia 16 tahun, Zainul merantau ke Batavia (Jakarta).[5]
Karier
[sunting | sunting sumber]Dari Gemeente ke GP Ansor
[sunting | sunting sumber]Berbekal ijazah HIS Arifin diterima bekerja di pemerintahan kotapraja kolonial (Gemeente) sebagai pegawai di Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan, Jakarta Pusat. Di sana ia sempat bekerja selama lima tahun, sebelum akhirnya terkena PHK saat resesi global yang bermula di AS dan berdampak hingga ke wilayah Hindia Belanda. Keluar dari gemeente, Arifin kemudian memilih bekerja sebagai guru sekolah dasar dan mendirikan pula balai pendidikan untuk orang dewasa, Perguruan Rakyat, di kawasan Meester Cornelis (Jatinegara). Zainul juga sering memberi bantuan hukum bagi masyarakat Betawi yang membutuhkan sebagai tenaga Pokrol Bambu, pengacara tanpa latar belakang pendidikan Hukum namun menguasai Bahasa Belanda. Selain itu ia pun aktif kembali dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi yang berasal dari tradisi Melayu, Samrah.
Ia sempat mendirikan kelompok Samrah bernama Tonil Zainul. Dari kegiatan kesenian itu, ia berkenalan dan selanjutnya sangat akrab bersahabat dengan tokoh perfilman nasional, Djamaluddin Malik yang kala itu juga bergiat dalam kegiatan Samrah. Keduanya kemudian bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor yang ketika itu memang aktif merekrut tenaga-tenaga muda.
Selama menjadi anggota GP Ansor inilah Arifin kemudian makin meningkatkan pengetahuan agama dan keterampilan berdakwahnya sebagai mubalig muda lewat pelatihan-pelatihan khas Ansor. Kepiawaian Zainul dalam berpidato, berdebat dan berdakwah ternyata menarik perhatian tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, organisasi induk Ansor, termasuk: Wahid Hasyim, Mahfudz Shiddiq, Muhammad Ilyas, dan Abdullah Ubaid. Hanya dalam beberapa tahun saja, Zainul Arifin sudah menjadi Ketua Cabang NU Jatinegara dan berikutnya sebagai Ketua Majelis Konsul NU Batavia hingga datangnya tentara Jepang tahun 1942. Pada saat itu ia juga bekerja di Perusahaan Air Minum (PAM) pemerintah kotapraja (gemeente). Di kota ini ia juga sempat menjadi guru sekolah di daerah Jatinegara dan Bukit Duri Tanjakan.
Karier Militer
[sunting | sunting sumber]Menjadi Panglima Hizbullah Masyumi
[sunting | sunting sumber]Selama era pendudukan militer Jepang, Zainul Arifin ikut mewakili NU dalam kepengurusan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan terlibat dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah.
Untuk menarik simpati warga hingga ke pedesaan, organisasi-organisasi Islam (utamanya NU) diberi kesempatan untuk lebih aktif terlibat dalam pemerintahan di bawah pendudukan militer Jepang. Zainul Arifin ditugaskan untuk membentuk model kepengurusan tonarigumi, cikal bakal Rukun Tetangga, di kawasan Jatinegara yang kemudian dibentuk hingga pelosok-pelosok desa di Pulau Jawa. Ketika Perang Asia Pasifik semakin memanas, Jepang mengizinkan dibentuknya laskar-laskar semi militer rakyat. Pemuda-pemuda Islam direkrut lewat jalur tonarigumi membentuk Hizbullah (Tentara Allah). Arifin dipercaya sebagai Panglima Hizbullah dengan tugas utama mengoordinasi pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusah, Bekasi, dekat Bogor. Dalam puncak kesibukan latihan perang guna mengantisipasi terjadinya Perang Asia Pasifik, Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Pasca-Proklamasi Kemerdekaan
[sunting | sunting sumber]Zainul kemudian bertugas mewakili partai Masyumi di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), cikal bakal DPR-MPR, sambil terus memegang tampuk pimpinan Hizbullah yang sudah menjelma menjadi pasukan bersenjata. Selama masa revolusi, selain mengikuti sidang-sidang BP KNIP yang berpindah-pindah tempat karena kegawatan situasi, Arifin juga memimpin gerakan-gerakan gerilya Laskar Hizbullah di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama Agresi Militer I dan II.
Dalam memimpin Laskar Hizbullah, Zainul menggunakan jalur tonarigumi atau Rukun Tetangga yang dulu dibinanya hingga meliputi desa-desa terpencil di Jawa. Saat terjadi Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menawan Soekarno-Hatta. Dalam keadaan darurat, BP KNIP praktis tidak berfungsi. Arifin lantas terlibat sebagai anggota Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa (KPPD), bagian dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Tugas utama Zainul melakukan konsolidasi atas badan-badan perjuangan yang melancarkan taktik gerilya di bawah komandan Jenderal Sudirman. Saat pemerintah melebur segenap pasukan bersenjata ke dalam satu wadah Tentara Nasional Indonesia, Zainul Arifin sempat dipercaya sebagai Sekertaris Pucuk Pimpinan TNI. Namun akhirnya, ketika banyak mantan anggota laskar Hizbullah yang dinyatakan tidak bisa diterima menjadi anggota TNI karena tidak berpendidikan "modern" dan hanya lulusan Madrasah, ia memilih mengundurkan diri dan berkonsentrasi meneruskan perjuangan sipil di jalur politik.
Karier politik
[sunting | sunting sumber]Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
[sunting | sunting sumber]Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), cikal bakal lembaga legislatif MPR/DPR.
Wakil Partai Masyumi di DPRS
[sunting | sunting sumber]Setelah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949, Zainul Arifin kembali ke Parlemen sebagai wakil Partai Masyumi di DPRS.[6]
Wakil Partai NU
[sunting | sunting sumber]Kemudian menjadi wakil Partai NU ketika akhirnya partai yang dianggap representasi kiai tradisionalis ini memisahkan diri dari Masyumi pada tahun 1952.
Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Kabinet Ali Sastroamijoyo I
[sunting | sunting sumber]Zainul Arifin sebagai tokoh NU pertama menjabat sebagai waperdam tahun 1953–1955 kabinet Ali-Arifin - Kabinet Ali Sastroamidjojo I Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet pada era Demokrasi Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955.[6]
Dalam tahun 1955 itu pula Zainul berangkat haji untuk pertama dan terakhir kali ke Tanah Suci bersama Presiden Sukarno. Di sana ia dihadiahi sebilah pedang berlapis emas oleh Raja Arab Saudi, Raja Saud.
Wakil Ketua I DPR-RI & Majelis Konstituante
[sunting | sunting sumber]Sekembalinya dari sana Zainul merupakan salah satu tokoh penting yang berhasil menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang Pemilu legislatif 1955, dimana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi.
Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante sekaligus wakil ketua I DPR RI sampai kedua lembaga dibubarkan Sukarno melalui Dekret Presiden 5 Juli 1959. karena dipandang gagal merumuskan UUD baru.
Pasca Dekrit, Indonesia dinyatakan kembali ke UUD 1945 dan memasuki era Demokrasi Terpimpin. Pada masa itu terjadi pemusatan kekuasaan pada diri Presiden yang berkeras untuk menerapkan paham NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang menyudutkan partai-partai agama yang tidak ingin Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang di Indonesia.
Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR)
[sunting | sunting sumber]Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai DPR Gotong Royong (DPRGR) sebagai upaya partai NU membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen.[6]
Meninggal
[sunting | sunting sumber]KH Zainul Arifin Tertembak
[sunting | sunting sumber]Pada masa awal demokrasi terpimpin di Indonesia, terjadi beberapa percobaan pembunuhan Presden Soekarno dengan adanya peningkatan suhu politik saat itu
Masjid Baiturrahim, Istana Negara14 Mei 1962, saat salat Iduladha zainul sholat di shaff terdepan di samping kiri Presiden Sukarno dan Jenderal Abdul Haris Nasution di samping kanan Presiden Soekarno , Zainul tertembak peluru yang diarahkan seorang pemberontak DI/TII dalam percobaannya membunuh presiden.[4]Penembakan dilakukan dari jarak kurang lebih 5-6 meter dan mengenai bahu kiri Zainul bahkan simpul dasinya terputus karena terkena peluru.[6][7]
Wafat
[sunting | sunting sumber]Zainul Arifin wafat pada tanggal 2 Maret 1963 setelah menderita luka bekas tembakan di bahunya selama sepuluh bulan. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.[8][6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Pahlawan Nasional". sumutprov.go.id. Diakses tanggal 2024-12-17.
- ^ "Zainul Arifin - Ensiklopedia". esi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2024-12-17.
- ^ "H. Zainul Arifin - NU (Nahdlatul Ulama) - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2024-12-19.
- ^ a b Media, Kompas Cyber (2021-05-07). "KH Zainul Arifin Pohan: Kehidupan, Karir, dan Panglima Hizbullah". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-11-11.
- ^ a b "Mengenal KH Zainul Arifin, Tokoh Pejuang dan Politik Indonesia Keturunan Raja Barus". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-19.
- ^ a b c d e "Kisah KH Zainul Arifin yang Tertembak saat Salat Bersama Bung Karno". SINDOnews Nasional. Diakses tanggal 2024-12-17.
- ^ "Peristiwa Idul Adha Berdarah Tahun 1962, KH Zainul Arifin Tertembak Peluru pada Rakaat Kedua". NU Online. Diakses tanggal 2024-12-23.
- ^ Wulandari, T., S. S. (1995). Ensiklopedi Pahlawan Nasional. hlm 32. Indonesia: Sub Direktorat Sejarah, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jendral Kebudayaan.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Biodata pada Kepustakaan Presiden RI[pranala nonaktif permanen]
- (Indonesia) Buku : Biografi KH. Zainul Arifin : Berdzikir Menyiasati Angin Helmy, Ario (2009). Biografi K.H. Zainul Arifin: berdzikir menyiasati angin. Pucuk Pimpinan Lajnah Taklif wan Nasyr, NU. ISBN 6029581503.
- (Indonesia) Buku : K.H. Zainul Arifin. Siahaan., EK (1984). K.H. Zainul Arifin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi : Indonesia.
- (Indonesia) Buku : Pahlawan-Pahlawan Bangsa Yang Terlupakan. Prasetya, Johan (2014). Pahlawan-pahlawan bangsa yang terlupakan. Yogyakarta: Saufa. ISBN 978-602-255-637-4.
- (Indonesia) Jurnal : Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas Jambi; KH. ZAINUL ARIFIN POHAN SEBAGAI PANGLIMA SANTRI DALAM MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN INDONESIA.
Peringatan: Kunci pengurutan baku "Pohan, Zainul Arifin" mengabaikan kunci pengurutan baku "Arifin, Zainul" sebelumnya.
- Kelahiran 1909
- Kematian 1963
- Meninggal usia 54
- Pahlawan nasional Indonesia
- Tokoh Batak
- Marga Pohan
- Tokoh Sumatera Utara
- Tokoh Nahdlatul Ulama
- Politikus Indonesia
- Politikus Partai Nadhlatul Ulama
- Wakil Perdana Menteri Indonesia
- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
- Anggota DPR RI 1956–1959
- Anggota Konstituante Republik Indonesia
- Hizbullah