Lompat ke isi

Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2004
Logo pemilihan umum
Logo pemilihan umum
Maskot pemilihan umum
Maskot pemilihan umum
5 Juli 2004 (putaran pertama)
20 September 2004 (putaran kedua)
Kandidat
Pasangan calon Partai Koalisi
60,62%
Susilo Bambang Yudhoyono
Jusuf Kalla
Demokrat Koalisi Kerakyatan
Suara populer: 69.266.350

   

39,38%
Megawati Soekarnoputri
Hasyim Muzadi
PDI-P Koalisi Kebangsaan
Suara populer: 44.990.704

   


Hasil suara




Peta persebaran suara
Hasil putaran kedua: calon dengan mayoritas suara di setiap provinsi. SBY-JK: biru; Mega-Hasyim: merah.
Presiden petahana
Megawati Soekarnoputri

PDI-P

Presiden terpilih

Susilo Bambang Yudhoyono
Demokrat

Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004 yang diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk periode tahun 2004 hingga 2009. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan umum ini diselenggarakan selama 2 putaran pada 5 Juli dan 20 September 2004, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.

Presiden petahana, Megawati Soekarnoputri menduduki jabatan presiden setelah pemakzulan pendahulunya, Abdurrahman Wahid dari posisi tersebut. Pencalonan Megawati dalam pemilihan presiden diikuti oleh empat kandidat lain termasuk wakil presiden petahana, Hamzah Haz. Pada putaran pertama, mantan menteri kabinet dan purnawirawan jenderal Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan hasil terbanyak, diikuti oleh Megawati. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mengalahkan Megawati dengan persentase suara 60.62% dari seluruh surat suara sah pada putaran kedua. Ia kemudian dilantik sebagai presiden keenam Indonesia pada 20 Oktober 2004.

Peraturan

[sunting | sunting sumber]

Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum legislatif. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara suara secara nasional atau 3% kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Apabila tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

Pada pemilihan umum legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memenangkan kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan menjadi fraksi terbesar di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), badan legislatif yang bertanggung jawab untuk memilih presiden Indonesia. PDI-P dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Pendukung Megawati memperkirakan bahwa Megawati akan dipilih sebagai presiden oleh MPR, namun Megawati gagal untuk merebut suara dari partai-partai lain kecuali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lawan dari Megawati pada saat itu adalah Presiden B. J. Habibie, yang menjabat sebagai presiden pada Mei 1998, namun membatalkan pencalonannya pada pemilihan tahun 1999 dikarenakan pidato kebangsaannya ditolak oleh MPR.

PKB, yang dipimpin oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU), telah menyatakan dukungannya untuk mendukung Megawati sebagai Presiden. Namun, semakin terlihat bahwa Megawati tidak memiliki dukungan yang cukup terhadap pencalonannya. Ditambah, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais dan koalisi Poros Tengahnya yang berisi partai reformasi dan partai Islam, mulai mendorong pencalonan Gus Dur.[1] Gus Dur pada akhirnya memenangkan pemilihan presiden, sementara Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden.[2] Sebagai presiden, Gus Dur mencabut banyak peraturan yang disahkan pada masa Orde Baru yang mendiskriminasi Orang Tionghoa Indonesia. Peraturan-peraturan yang dicabut diantaranya adalah larangan penggunaan Aksara Han dan gambar pajangan terkait pada kebudayaan Tiongkok. Akibat dari pencabutan peraturan-peraturan tersebut, banyak partai politik mulai mencoba meraup dukungan dari Orang Tionghoa Indonesia dengan menampilkan Aksara Han pada bahan kampanye mereka.[3]

Setelah pemakzulan Abdurrahman Wahid oleh MPR pada Juli 2001, MPR menaikkan posisi Megawati sebagai presiden. Megawati ditugaskan untuk menyelesaikan masa tugas lima tahun Gus Dur yang berakhir pada Oktober 2004.[2] Pada sidang tahunan masa 2002, MPR menambahkan beberapa amandemen pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,[4] termasuk menghapus 38 kursi khusus untuk militer di DPR, dan amandemen untuk memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Proses pemilihan presiden akan melibatkan partai politik yang mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan opsi terdapat putaran kedua.[5]

Kandidat yang mendaftar

[sunting | sunting sumber]
Serangkaian survei pelacakan yang dijalankan oleh International Foundation for Electoral Systems (IFES) antara bulan Desember 2003 dan akhir Juni 2004 menunjukkan popularitas setiap calon presiden di antara pemilih selama masa seleksi dan kampanye.[6]

Pada Desember 2003 International Foundation for Electoral Systems (IFES) memulai survei pelacakan untuk menilai popularitas kandidat potensial. Survei tersebut berlanjut hingga awal putaran pertama pemilihan pada 5 Juli dan memasukkan tiga belas kandidat calon presiden. Survei IFES pertama mengindikasikan Presiden Megawati Soekarnoputri akan memperoleh suara terbanyak. Namun, pada Pemilihan umum legislatif pada April 2004, purnawirawan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono memimpin setelah Ia mundur dari kabinet Megawati pada bulan Maret. Kandidat potensial lainnya termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung dan Sultan Yogyakarta, Hamengkubuwana X.[7] Hasil dari pemilihan legislatif menunjukkan partai politik mana saja yang dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hanya partai politik dengan suara minimal 5% atau kursi di DPR sebanyak 3% (17 dari 550 kursi) yang diperbolehkan mencalonkan pasangan calon. Partai politik yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi salah satu syarat tersebut. Terdapat tujuh partai politik yang memenuhi kriteria, diantaranya: Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak mencalonkan pasangan calon, namun kemudian memberikan dukungannya kepada PAN.[8]

Sebanyak 6 pasangan calon yang mendaftarkan diri diantaranya adalah:

  1. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa);
  2. Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional);
  3. Hamzah Haz dan Agum Gumelar (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan);
  4. Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan);
  5. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia); dan
  6. Wiranto dan Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar final para pasangan calon pada 13 Mei. Setelah pengumuman tersebut, seluruh kandidat diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan medis. Pada 22 Mei, KPU mengumumkan bahwa pasangan calon dari PKB, mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud dinyatakan tidak lolos dari pemeriksaan medis dikarenakan Abdurrahman Wahid gagal pada pemeriksaan kesehatan. Awalnya Ia meminta pendukungnya untuk tidak memilih pada hari pemilihan presiden namun memutuskan untuk meralat pernyataan tersebut setelah adanya desakan dari partai.[9][10]

Kandidat resmi

[sunting | sunting sumber]

Wiranto dan Salahuddin Wahid

[sunting | sunting sumber]
Kandidat nomor urut 1
Pasangan Calon Partai Golongan Karya
Wiranto Salahuddin Wahid Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  Golkar
  PDK
Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (1999–2000)

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (1998–1999)

Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1998–1999)
23,82%
Kampanye

Golkar sebelumnya telah memenangkan pemilihan legislatif setelah kalah dari PDI-P lima tahun sebelumnya. Golkar mencalonkan Jenderal purnawirawan Wiranto dan Salahuddin Wahid, anggota MPR dan wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 1 pada surat suara.[11]

Wiranto merupakan Ajudan mantan Presiden Soeharto di tahun 1989-1993. Pada masa tersebut, Wiranto secara cepat naik pangkat hingga mendapatkan pangkat Jenderal dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).[12] Ketika kerusuhan terjadi di seluruh penjuru negeri di tahun 1998 terhadap kepemimpinan Soeharto, Wiranto menolak untuk mengambil alih kendali untuk menghindari kematian dari para pelajar perguruan tinggi yang sedang berdemonstrasi. Di tahun 1999m selagi Timor Timur mengadakan referendum secara independen, Wiranto dituduh terlibat dalam kekerasan antar warga Timor Timur bersama para perwira lainnya; namun, Interpol tidak pernah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Wiranto.[13] Di bawah Presiden Abdurrahman Wahid, Wiranto menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan namun kemudian diberhentikan. Pada 20 April 2004, Konvensi Golkar memilih untuk mencalonkan Wiranto dibandingkan Ketua DPR Akbar Tanjung dalam pemungutan suara putaran kedua.[12]

Pada 9 Mei, Golkar memilih Salahuddin Wahid (yang juga dikenal sebagai Gus Sholah) sebagai calon wakil presiden setelah didukung oleh kakaknya, Abdurrahman.[14] Dikarenakan Salahuddin juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Nahdlatul Ulama (NU), banyak anggita NU mengkritisi pencalonan Salahuddin yang tidak sesuai dengan khittah NU, yang memastikan status NU sebagai organisasi non politik.[15] Dengan pencalonan tersebut, pimpinan PKB secara resmi mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin pada pemilihan presiden.[12]

Posisi Salahuddin dalam Komite Nasional Hak Asasi Manusia juga membantu reputasi Wiranto. Namun, karena kedua calon berlatar belakang Jawa, mereka tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa.[12]

Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi

[sunting | sunting sumber]
Kandidat nomor urut 2
Pasangan Calon Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Megawati Sukarnoputri Hasyim Muzadi Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PDI-P
  PDS
Presiden Indonesia Ke-5 (2001–2004) Ketua Umum Nahdlatul Ulama (1999–2010)
22,18%
Kampanye

Presiden petahana Megawati Soekarnoputri merupakan kandidat terkuat PDI-P. Megawati dipasangkan dengan calon wakil presiden Hasyim Muzadi, ketua umum organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 2 pada surat suara.[11]

Menurut laporan yang dirilis oleh National Democratic Institute for International Affairs, Megawati memiliki "beban unik karena menjadi satu-satunya kandidat dalam pemilu yang bertanggung jawab atas situasi saat ini yang tidak disukai oleh sebagian besar pemilih" walaupun beberapa calon lain juga merupakan bagian dari pemerintahan tersebut.[16] Namun, ketidakpuasan masyarakat terhadap kepresidenannya terutama disebabkan oleh kegagalan pemerintah mengkomunikasikan pencapaian Megawati dibandingkan dengan keadaan negaran itu sendiri.[17] PDI-P berada di posisi kedua perolehan suara terbanyak pada pemilihan legislatif dengan 18.5% suara, berkurang setengah dari 33.7% yang PDI-P raih di tahun 1999.[18]

Hasyim Muzadi sebelumnya telah disebut sebagai kandidat pasangan bagi Megawati sejak November 2003.[19] Pencalonan Hasyim secara resmi diumumkan oleh Megawati pada 6 Mei.[20] Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Nahdlalut Ulama, Hasyim juga dikritisi oleh banyak anggota NU karena tidak patuh terhadap khittah organisasi dan prinsip netralitas NU dalam politik.[15] Cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid mendesak Hasyim untuk mundur dari posisi ketua umum setelah pengumuman pencalonannya.[21]

Kedua kandidat memiliki latar belakang Jawa yang tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa.[12] Namun, status pasangan calon sebagai warga biasa menarik dukungan dari masyarakat yang tidak mendukung calon dengan latar belakang militer, dan keduanya diperkirakan dapat menarik suara dari pemilih sekuler dan religius.[22]

Amien Rais dan Siswono Yudo Hudono

[sunting | sunting sumber]
Kandidat nomor urut 3
Pasangan Calon Partai Amanat Nasional
Amien Rais Siswono Yudo Husodo Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PAN
  PKS
  PBR
  PNBK
  PNIM
  PBSD
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (1999–2004) Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (1993–1998)
20,55%
Kampanye

PAN mencalonkan Amien Rais, ketua MPR, sebagai calon presiden mereka. Amien Rais didampingi oleh Siswono Yudo Husodo. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 3 pada surat suara.[11]

Amien Rais sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua Muhammadiyah. Tetapi, walaupun dengan latar belakang pernah memimpin organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, PAN yang didirikan oleh Amien Rais setelah pengunduran diri Presiden Soeharto sebagai sebuah partai politik bukan berasaskan keagamaan. Amien Rais kemudian menjadi figur berpengaruh pada awal masa reformasi dan pada akhirnya terpilih untuk memimpin MPR.[23] Diantara para pemilih, Amien Rais dipandang sebagai kandidat yang tidak memiliki hubungan dengan korupsi yang menjadi wabah di dalam pemerintahan Indonesia. Para pemilih juga menganggap Amien Rais sebagai seseorang yang ambisius dan dikenal sebagai seorang orator.[16] Partai PAN pimpinan Amien Rais menerima 6.4% suara pada pemilihan umum legislatif.[18]

Di sisi lain, Siswono Yudo Husodo merupakan figur baru dalam dunia politik. Ia menjabat sebagai ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan beberapa posisi menteri pada akhir masa kepresidenan Soeharto.[22] Siswono merupakan kandidat dengan kekayaan terbanyak di antara kandidat calon presiden dan wakil presiden menurut laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[24]

Seperti Megawati dan Hasyim, Amien dan Siswono tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa. Kedua pasangan calon tersebut juga didukung oleh PKS, partai ketujuh yang berhak untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden namun tidak mencalonkan, bersama dengan partai politik kecil lainnya.[22]

Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla

[sunting | sunting sumber]
Kandidat nomor urut 4
Pasangan Calon Partai Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PBB
  PKPI
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (2001–2004) Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2001–2004)
12,36%
Kampanye
Melonjaknya popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) membantu Partai Demokrat memperoleh 7.45% suara pada pemilihan umum legislatif di bulan April 2004.[25]

Partai Demokrat, didukung oleh Partai Keadilan dan Persatuan (PKPI) dan Partai Bulan Bintang (PBB), mencalonkan Jenderal (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden. Ia ditemani oleh Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden, dan keduanya mendapatkan nomor urut 4 pada surat suara.[11]

Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai menteri pada dua kabinet pemerintahan terakhir. Ketika menjabat sebagai Menteri Politik dan Keamanan di bawah Abdurrahman Wahid, ia menolak perintah untuk mendeklarasikan keadaan darurat yang seharusnya dapat menghentikan proses legislatif untuk memakzulkan Presiden dan berakhir pada pemecatannya.[26] Yudhoyono kemudian dicalonkan sebagai wakil presiden setelah MPR menunjuk Megawati sebagai pengganti Abdurrahman Wahid, namun ia kalah suara dari ketua PPP Hamzah Haz dan Ketua DPR Akbar Tanjung.[27] Ia kembali menduduki posisi sebelumnya di kabinet pada masa pemerintahan Megawati namun mengundurkan diri pada 1 Maret 2004 untuk mencalonkan diri pada pemilihan umum sebagai calon presiden.[22] Partai Demokrat yang didirikan sebagai kendaraan bagi karir politik Yudhoyono oleh tokoh-tokoh nasionalis sekuler yang melihat potensi pada kepemimpinannya,[27] menerima 7.45% suara dan 10% kursi DPR pada pemilihan umum legislatif di bulan April.[18]

Yudhoyono berpasangan dengan Jusuf Kalla, seorang pebisnis Bugis dan anggota partai Golkar yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah kepemimpinan Megawati.[28] Ia berhasil melakukan mediasi resolusi damai terhadap konflik antar umat beragama antara umat Kristen dan Muslim di Sulawesi di tahun 2001 dan Maluku di tahun 2002.[29][30] Kalla bergabung pada tahapan seleksi kandidat calon presiden dari partai Golkar pada Agustus 2002 namun menarik pencalonannya beberapa hari sebelum konvensi partai di bulan April.[31][32] Beberapa hari kemudian, ia mundur dari posisi menteri di kabinet dan mengumumkan koalisi dengan Yudhoyono.[28] Kalla sempat berpotensi sebagai kandidat calon wakil presiden mendampingi Megawati.[33]

Kombinasi dari dua calon dengan latar belakang yang berbeda menambah ketetarikan dari pasangan calon tersebut. Yudhoyono, yang dibesarkan di daerah padat penduduk di Jawa, dilihat sebagai tokoh sekuler dan memiliki latar belakang militer. Di sisi lain, Kalla merupakan seorang muslim yang taat yang dibesarkan di daerah pinggir provinsi Sulawesi Selatan dan berlatar belakang sipil.[28]

Hamzah Haz dan Agum Gumelar

[sunting | sunting sumber]
Kandidat nomor urut 5
Pasangan Calon Partai Persatuan Pembangunan
Hamzah Haz Agum Gumelar Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PPP
Wakil Presiden Indonesia Ke-9 (2001–2004) Menteri Perhubungan (2001–2004)
10,55%
Kampanye

Wakil Presiden Petahana Hamzah Haz dicalonkan sebagai presiden oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia ditemani oleh Menteri Perhubungan Agum Gumelar sebagai calon wakil presiden. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 5 pada surat suara.[11]

Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden oleh MPR setelah mengalahkan Ketua DPR Akbar Tanjung ketika MPR memakzulkan Presiden Abdurrahman Wahid dari jabatannya di tahun 2001. Walaupun BBC melaporkan bahwa Hamzah Haz pernah menyatakan bahwa "tidak ada perempuan yang cocok untuk memimpin negara dengan Muslim terbanyak", ia menjabat sebagai wakil dari presiden perempuan Indonesia pertama. Haz menjabat di kabinet Presiden B. J. Habibie dan menjadi menteri pertama yang mengundurkan diri pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz diduga melakukan gratifikasi dan nepotisme namun tidak pernah dilakukan investigasi terhadap tuduhan tersebut.[34] Sebagai Wakil Presiden, Haz menjadi pendukung amandemen Konstitusi yang akan memberlakukan Syariat Islam untuk seluruh Muslim di Indonesia. Namun, partai politik lain dan organisasi Islam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menolak amandemen tersebut dikarenakan kekhawatiran akan semakin maraknya bentuk Islam ekstrem.[35]

Seorang tokoh yang relatif tidak dikenal di kancah politik, Agum Gumelar menjabat sebagai Menteri Perhubungan di bawah Abdurrahman Wahid dan Megawati.[28] Pada September 2003, Agum merekomendasikan Susilo Bambang Yudhoyono atau Jusuf Kalla sebagai pasangan Megawati dalam pemilihan presiden setelah memprediksi bahwa PDI-P akan kehilangan sejumlah suara dalam pemilihan legislatif di bulan April. Namun, kedua kandidat tersebut pada akhirnya mencalonkan diri dengan berpasangan satu sama lain, dan Agum menolak tawaran calon wakil presiden dari Amien Rais agar Agum dapat bertahan di kabinet. Ia pada akhirnya menerima tawaran dari pimpinan PPP untuk berpasangan dengan Haz dan mundur dari pemerintahan Megawati.[36]

Kedua kandidat berasal dari luar Jawa; oleh karena itu, mereka berkemungkinan menarik suara dari daerah pemilihan di luar Jawa.[28]

Masa kampanye

[sunting | sunting sumber]

Isu utama

[sunting | sunting sumber]

Korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah adalah kekhawatiran yang paling sering disebutkan di kalangan pemilih yang disurvei oleh National Democratic Institute for International Affairs.[16]

  • 1 Juni 2004: Seluruh calon menanda tangani komitmen kesiapan untuk menerima kemenangan atau kekalahan dan untuk menjalankan kampanye secara adil.[37] Masa kampanye dimulai.[38]
  • 1 Juli 2004: Masa kampanye berakhir.
  • 5 Juli 2004: Pemilihan putaran pertama.
  • 20 September 2004: Pemilihan putaran kedua.
  • 4 Oktober 2004: Pengumuman hasil resmi putaran kedua.[39]
  • 20 Oktober 2004: Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Surat Suara Pemilihan Presiden 2004

Putaran pertama

[sunting | sunting sumber]

Mantan menteri keamanan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan putaran pertama dengan suara 33%. Presiden Petahana Megawati Soekarnoputri berada di posisi kedua dengan suara 26%, di atas mantan Panglima ABRI Wiranto yang mendapatkan suara 22%. Yudhoyono tidak mendapatkan hasil seperti yang diperkirakan oleh poling pendapat, namun Megawati lebih baik dari poling tersebut. Alasan mengapa hal tersebut terjadi salah satunya disebabkan oleh Yudhoyono yang tidak memiliki mesin partai nasional, seperti Megawati dengan PDI-P dan Wiranto dengan Golkar.[butuh rujukan]

Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Jumlah tersebut menjadi tantangan besar bagi penyelenggara, ditambah lagi adanya masalah dengan surat suara. Para pemilih menggunakan hak pilihnya dengan mencoblos surat suara pada foto pasangan calon yang mereka pilih menggunakan paku. Dikarenakan surat suara yang diberikan kepada pemilih dilipat menjadi dua, banyak surat pemilih mencoblos tanpa membuka lipatan surat suara tersebut, menjadikan surat suara tersebut memiliki dua lubang dan tidak sah. Ratusan ribu surat suara tersebut dinyatakan tidak sah sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa surat suara tersebut sah.[40] Adanya situasi tersebut menyebabkan harus dilakukannya penghitungan ulang di banyak tempat, memperlambat penghitungan dan menimbulkan kekhawatiran akan adanya sengketa hasil pemilihan.

Hasil Nasional

[sunting | sunting sumber]

Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:

Hasil putaran pertama: calon dengan mayoritas suara di setiap provinsi. SBY-JK: biru; Mega-Hasyim: merah; Wiranto-Salahuddin: kuning; Amien-Siswono: biru muda.
CalonPasanganPartaiFirst roundSecond round
Suara%Suara%
Susilo Bambang YudhoyonoJusuf KallaPartai Demokrat39.838.18433.5769.266.35060.62
Megawati SukarnoputriHasyim MuzadiPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan31.569.10426.6144.990.70439.38
WirantoSalahuddin WahidPartai Golongan Karya26.286.78822.15
Amien RaisSiswono Yudo HusodoPartai Amanat Nasional17.392.93114.66
Hamzah HazAgum GumelarPartai Persatuan Pembangunan3.569.8613.01
Jumlah118.656.868100.00114.257.054100.00
Suara sah118.656.86897.83114.257.05497.94
Suara tidak sah/kosong2.636.9762.172.405.6462.06
Jumlah suara121.293.844100.00116.662.700100.00
Pemilih terdaftar/tingkat partisipasi155.048.80378.23155.048.80375.24
Sumber: IFES, IFES

Hasil Provinsi

[sunting | sunting sumber]
Provinsi SBY-JK Mega-Hasyim Wiranto-Wahid Amien-Siswono Hamzah-Agum
Suara % Suara % Suara % Suara % Suara %
Aceh 519,197 24.39 120,226 5.65 204,534 9.61 1,195,823 56.18 88,836 4.17
Sumatera Utara 1,523,612 27.23 2,233,777 39.92 934,213 16.69 798,790 14.27 105,687 1.89
Sumatera Barat 518,648 25.30 121,254 5.92 610,847 29.80 741,811 36.19 57,228 2.79
Riau 677,761 32.52 460,328 22.09 504,017 24.19 397,761 19.09 44,092 2.12
Jambi 520,145 38.73 273,925 20.39 364,651 27.15 155,974 11.61 28,437 2.12
Sumatera Selatan 1,241,095 36.49 1,127,608 33.15 640,294 18.82 341,716 10.05 50,644 1.49
Bengkulu 196,057 26.51 155,657 21.04 253,986 34.34 121,483 16.42 12,480 1.69
Lampung 1,430,729 39.45 896,581 24.72 881,715 24.31 359,285 9.91 58,297 1.61
Kepulauan Bangka Belitung 165,657 33.26 179,777 36.09 82,250 16.51 58,759 11.80 11,656 2.34
Kepulauan Riau 224,334 37.56 153,138 25.64 81,816 13.70 128,551 21.52 9,437 1.58
DKI Jakarta 1,988,306 38.23 1,172,891 22.66 499,455 9.97 1,415,582 26.64 121,924 2.50
Jawa Barat 7,100,175 32.41 5,095,705 23.26 5,341,526 24.38 3,562,173 16.26 810,519 3.70
Jawa Tengah 5,276,432 28.90 5,807,127 31.81 3,943,032 21.60 2,409,138 13.20 820,273 4.49
Yogyakarta 576,012 28.05 557,133 27.13 334,067 16.27 558,068 27.18 28,293 1.38
Jawa Timur 7,458,399 35.63 5,896,278 28.17 5,076,454 24.25 1,902,254 9.09 599,806 2.87
Banten 1,706,548 35.61 1,193,414 24.90 922,299 19.25 796,758 16.63 172,971 3.61
Bali 654,127 32.08 1,115,788 54.72 210,784 10.34 48,472 2.38 9,791 0.48
Nusa Tenggara Barat 715,838 33.03 223,204 10.30 723,484 33.39 436,073 20.12 68,382 3.16
Nusa Tenggara Timur 312,777 14.50 1,344,116 62.32 432,823 20.07 58,341 2.70 8,757 0.41
Kalimantan Barat 477,724 23.73 821,577 40.81 415,492 20.64 185,097 9.19 113,244 5.63
Kalimantan Tengah 303,123 34.37 296,335 33.60 170,193 19.29 88,439 10.03 23,976 2.72
Kalimantan Selatan 600,156 37.30 211,881 13.17 353,732 21.98 339,993 21.13 103,429 6.43
Kalimantan Timur 558,900 39.08 337,458 23.60 246,715 17.25 255,665 17.88 31,459 2.20
Sulawesi Utara 355,436 28.28 389,135 30.96 451,663 35.93 47,309 3.76 13,380 1.06
Sulawesi Tengah 539,624 43.71 119,917 9.71 455,167 36.87 101,877 8.25 17,865 1.45
Sulawesi Selatan 2,854,774 64.17 381,385 8.57 678,445 15.25 476,483 10.71 57,728 1.30
Sulawesi Tenggara 398,544 41.72 108,905 11.40 361,386 37.83 74,496 7.80 11,907 1.25
Gorontalo 31,210 5.94 39,647 7.55 402,162 76.57 39,569 7.53 12,624 2.40
Maluku 100,748 14.24 269,611 38.10 288,091 40.71 40,392 5.71 8,887 1.26
Maluku Utara 102,353 22.07 98,459 21.23 181,373 39.10 75,404 16.26 6,272 1.35
Irian Jaya Barat 148,675 47.80 102,191 32.85 38,425 12.35 18,221 5.86 3,538 1.14
Papua 465,424 46.75 202,295 20.32 157,702 15.84 126,429 12.70 43,776 4.40
Luar Negeri 95,644 37.80 62,381 24.65 43,995 17.39 36,745 14.52 14,266 5.64
Total 39,838,184 33.57 31,569,104 26.61 26,286,788 22.15 17,392,931 14.66 3,569,861 3.01
Sumber: Statistik Indonesia;[41] Ananda, Arifin & Suryadinata[42]

Wiranto menolak untuk menerima hasil pemilihan dan melakukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Wiranto dan Salahuddin berargumen bahwa dikarenakan ketidakcocokan penghitungan surat suara oleh KPU, mereka kehilangan 5,434,660 suara dari dua puluh enam provinsi. Hasil pemungutan suara tersebut akan membuat total suara populer pasangan tersebut lebih tinggi dibandingkan Megawati dan Hasyim, sehingga menempatkan pasangan Wiranto dan Salahuddin pada putaran kedua. Namun, Mahkamah memutuskan pada 10 Agustus tidak ditemukan kejanggalan dan menguatkan penghitungan akhir KPU.[43]

Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega-Hasyim.

Putaran kedua

[sunting | sunting sumber]

Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dengan calon pasangan sebagai berikut:

Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi

[sunting | sunting sumber]
02
Pasangan Calon Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Megawati Sukarnoputri Hasyim Muzadi Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PDI-P
  Golkar
  PPP
  PBR
  PDS
  PKPB
  PNIM
Presiden Indonesia Ke-5 (2001–2004) Ketua Umum Nahdlatul Ulama (1999–2010)

Pada 1 Agustus 2004, PPP yang sebelumnya mengusung pasangan Hamzah-Agum memutuskan untuk mendukung pasangan calon Megawati-Hasyim setelah mereka mengadakan rapat pleno dewan pimpinan pusat partai di Jakarta. Hamzah Haz mengatakan bahwa jika pasangan Mega-Hasyim kalah pada putaran kedua, PPP akan beroposisi, dan tidak akan ada orang PPP yang masuk dalam pemerintahan. KH Alawy Muhammad, petinggi PPP menyatakan bahwa dukungan PPP untuk Megawati memiliki ketentuan. Ketentuan tersebut diantaranya adalah Megawati harus berkomitmen untuk umat Islam, dan mengeluarkan Abu Bakar Ba’asyir sebelum pemilihan presiden putaran kedua dan sebelum ada bukti.[44][45] Dukungan PPP terhadap Mega-Hasyim menuai perpecahan dalam internal pendukung PPP, sebagian kader PPP menolak untuk mendukung Megawati dikarenakan adanya rekomendasi ulama yang mengharamkan memilih pemimpin perempuan.[46]

Setelah Wiranto-Wahid hanya mampu memperoleh suara terbanyak ketiga pada pemilihan presiden putaran pertama, dan setelah ditolaknya gugatan sengketa hasil pemilihan presiden putaran pertama oleh Mahkamah Konstitusi. Pada 16 Agustus 2004 Golkar memutuskan untuk bergabung ke dalam koalisi PDI-P dan mendukung pasangan Megawati-Hasyim.[47] Sebelumnya, terjadi perbedaan opini di internal partai untuk mendukung pasangan SBY-JK, di mana Jusuf Kalla merupakan kader dari partai Golkar. Atau mendukung pasangan Mega-Hasyim di mana sebelumnya partai Golkar pernah bekerja sama dengan PDI-P dalam pemerintahan.[48]

Koalisi Mega-Hasyim pada pemilihan putaran kedua kemudian dilengkapi oleh Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) pada 18 Agustus.[49] Partai Bintang Reformasi (PBR) menyatakan dukungannya kepada Mega-Hasyim pada 20 Agustus 2004 setelah melakukan pemungutan suara pada internal partai.[50] Partai terakhir yang menyatakan dukungannya pada pasangan Mega-Hasyim adalah Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM) yang didirikan oleh adik Mega, Sukmawati Soekarnoputri.

Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla

[sunting | sunting sumber]
04
Pasangan Calon Partai Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla Partai Politik
Calon Presiden Calon Wakil Presiden
  PKB
  PKS
  PAN
  PBB
  PKPI
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (2001–2004) Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2001–2004)

Setelah kekalahan pada putaran pertama, Amien Rais dan PAN memutuskan untuk bersikap netral pada putaran kedua. Namun ia tidak membantah bahwa sebagian besar kader PAN mendukung pasangan SBY-JK.[51][52] Di sisi lain, PKS dan PBB secara resmi mendukung SBY-JK setelah sebelumnya berkoalisi dengan PAN.[53] PKB, yang sebelumnya diperintahkan oleh Abdurrahman Wahid untuk tidak mendukung salah satu pasangan calon pada pemilihan putaran pertama dikarenakan tidak lolosnya Abdurrahman Wahid sebagai salah satu pasangan calon akibat tidak lolos tes kesehatan, menjadi partai terakhir yang memutuskan sikap untuk mendukung SBY-JK.[53]

Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:

Hasil putaran kedua: calon dengan mayoritas suara di setiap provinsi. SBY-JK: biru; Mega-Hasyim: merah.
No. Pasangan calon Jumlah suara Persentase
2. Megawati Soekarnoputri
Hasyim Muzadi
44.990.704 39,38%
4. Susilo Bambang Yudhoyono
Muhammad Jusuf Kalla
69.266.350 60,62%
Provinsi SBY-JK Mega-Hasyim
Suara % Suara %
Aceh 1,561,156 77.10 463,769 22.90
Sumatera Utara 2,808,212 52.61 2,530,065 47.39
Sumatera Barat 1,585,796 83.77 307,196 16.23
Riau 1,719,016 50.99 1,652,302 49.01
Jambi 1,309,245 65.79 680,707 34.21
Sumatera Selatan 444,156 61.71 275,632 38.29
Bengkulu 2,165,778 60.61 1,407,236 39.39
Lampung 233,454 51.29 221,715 48.71
Kepulauan Bangka Belitung 367,374 65.33 194,933 34.67
Kepulauan Riau 917,952 69.52 402,542 30.48
DKI Jakarta 3,392,663 69.21 1,509,402 30.79
Jawa Barat 13,186,776 62.76 7,825,251 37.24
Jawa Tengah 8,991,744 51.67 8,409,066 48.33
Yogyakarta 1,151,043 59.69 777,467 40.31
Jawa Timur 12,150,901 59.65 8,217,996 40.35
Banten 2,913,659 62.76 1,728,732 37.24
Bali 755,432 37.73 1,246,521 62.27
Nusa Tenggara Barat 1,563,494 74.96 522,411 25.04
Nusa Tenggara Timur 590,459 28.07 1,513,088 71.93
Kalimantan Barat 962,365 49.98 963,065 50.02
Kalimantan Tengah 474,839 55.90 374,546 44.10
Kalimantan Selatan 1,096,637 73.30 399,528 26.70
Kalimantan Timur 856,365 63.97 482,247 36.03
Sulawesi Utara 686,688 56.72 523,903 43.28
Sulawesi Tengah 933,261 77.96 263,813 22.04
Sulawesi Selatan 3,869,361 87.24 565,953 12.76
Sulawesi Tenggara 721,792 78.07 202,705 21.93
Gorontalo 276,402 57.99 200,230 42.01
Maluku 311,269 45.39 374,437 54.61
Maluku Utara 277,077 61.84 170,975 38.16
Papua 642,869 62.84 380,091 37.16
Irian Jaya Barat 182,481 59.39 124,760 40.61
Luar Negeri 166,634 67.98 78,500 32.02
Total 69,266,350 60.62 44,990,704 39.38
Sumber: Ananda, Arifin & Suryadinata;[54] Statistik Indonesia[55]

Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan hasil pemilihan umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang juga dihadiri sejumlah pemimpin negara sahabat, yaitu: Perdana Menteri Australia John Howard, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Thompson, Eric C. (December 1999). "Indonesia in Transition: the 1999 Presidential Elections" (PDF). National Bureau of Asian Research. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 September 2012. Diakses tanggal 20 June 2009. 
  2. ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 11
  3. ^ Setiono, Benny G. (February 2003). "Etnis Tionghoa dan Partai Politik". Indonesia Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 December 2008. Diakses tanggal 20 June 2009. 
  4. ^ Langit, Richel (16 August 2002). "Indonesia's military: Business as usual". Asia Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2002. Diakses tanggal 20 June 2009. 
  5. ^ Aglionby, John (11 August 2002). "Indonesia takes a giant step down the road to democracy". The Observer. Diakses tanggal 10 June 2009. 
  6. ^ "Results from Wave XIV of Tracking Surveys" (PDF). International Foundation for Electoral Systems. 1 July 2004: 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 November 2008. Diakses tanggal 28 June 2009. 
  7. ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 67–69
  8. ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 70
  9. ^ "Gus Dur Tuntut KPU Rp 1 Triliun". Suara Merdeka. 23 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 July 2011. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  10. ^ "Gus Dur Batal Ajak Golput". Suara Merdeka. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 June 2007. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  11. ^ a b c d e "5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut". Kompas. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  12. ^ a b c d e Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 71
  13. ^ Chew, Amy (22 December 2003). "Wiranto emerges as 2004 contender". CNN. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  14. ^ "Golkar picks Gus Solah as VP candidate". The Jakarta Post. 10 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 28 June 2009. 
  15. ^ a b Fealy, Greg (2007). "The political contingency of reform-mindedness in Indonesia's Nahdlatul Ulama: interest politics and the Khittah". Dalam Reid, Anthony; Gilsenan, Michael. Islamic Legitimacy in a Plural Asia. London: Routledge. hlm. 163. ISBN 978-0-415-45173-4. 
  16. ^ a b c "The People's Voice: Presidential Politics and Voter Perspectives in Indonesia" (PDF). National Democratic Institute for International Affairs. June 2004. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 November 2008. Diakses tanggal 28 June 2009. 
  17. ^ Ananta & Arifin Suryadinata, hlm. 91
  18. ^ a b c Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 22
  19. ^ Pereira, Derwin (7 November 2003). "Who will be Mega's running mate?". The Straits Times. 
  20. ^ "Megawati Memilih Hasyim Muzadi Sebagai Calon Wakil Presiden". Voice of America. 6 May 2004. Diakses tanggal 28 June 2009. 
  21. ^ Arvian, Yandhrie (6 May 2004). "Cak Nur: Hasyim Muzadi Khianati Khitah NU". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2008. Diakses tanggal 28 June 2009. 
  22. ^ a b c d Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 72
  23. ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 12
  24. ^ Sri Saraswati, Muninggar (3 July 2004). "Siswono the richest, Amien poorest candidate". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 29 June 2009. 
  25. ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 56
  26. ^ Ricklefs 2008, hlm. 395
  27. ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 23
  28. ^ a b c d e Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 73
  29. ^ Muannas; Amir, Syarief (20 December 2001). "Deklarasi Malino Mengakhiri Pertikaian di Poso". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 November 2004. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  30. ^ Hadi, Syamsul (2007). Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional. Jakarta: Centre for International Relations Studies. hlm. 179. ISBN 978-979-461-624-6. 
  31. ^ "Wiranto dan Kalla Maju, Agum Gumelar Mundur". Kompas. 7 August 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 August 2003. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  32. ^ "Kalla Mundur Sebelum Konvensi". Radar Sulteng. 16 April 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 October 2011. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  33. ^ "Blow to Megawati re-election bid". BBC. 19 April 2004. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  34. ^ "Profile: Hamzah Haz". BBC. 26 July 2001. Diakses tanggal 12 September 2009. 
  35. ^ Ricklefs 2008, hlm. 400
  36. ^ Cahyana, Ludhi; Parlan, Tri Mariyani. "Hamzah Haz dan Agum Gumelar". Institute for the Studies on Free Flow of Information. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 July 2011. Diakses tanggal 12 September 2009. 
  37. ^ "Semua Calon Siap Menang dan Kalah". Kompas. 2 June 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009. 
  38. ^ "Jadwal Kampanye Pemilu Presiden". Tempo. 27 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 June 2009. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  39. ^ Purwanto (4 October 2004). "Presiden Terpilih Ditetapkan Sore Ini". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 June 2009. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  40. ^ Harsono, Andreas (8 July 2004). "Megawati Crawls in While Wiranto Cries Foul". The Irrawaddy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2010. Diakses tanggal 21 June 2009. 
  41. ^ "Number of Presidential and Vice Presidential Election Votes in The First Round, 2004 and 2009 (Indonesia)". Neliti. 13 February 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 April 2021. Diakses tanggal 14 April 2021. 
  42. ^ Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya; Suryadinata, Leo (2005). Emerging Democracy in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 80–83. ISBN 981-230-323-5. 
  43. ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 69
  44. ^ "PPP dukung Megawati dengan syarat – DW – 01.08.2004". dw.com. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  45. ^ "PPP Dukung Mega-Hasyim". detiknews. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  46. ^ "Sebagian PPP Menolak Dukung Mega-Hasyim". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2004-08-20. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  47. ^ "Golkar Putuskan Dukung Megawati - 2004-08-16". VOA Indonesia. 2004-08-16. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  48. ^ "Golkar terpecah antara Megawati dan SBY". www.bbc.co.uk. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  49. ^ "Dukung Mega-Hasyim, PKPB Ngaku Tidak Bawa Misi Cendana". detiknews. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  50. ^ "PBR Resmi Dukung Mega-Hasyim". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2004-08-23. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  51. ^ "Amien Rais: Anggota PAN Dukung SBY". detiknews. Diakses tanggal 2024-01-02. 
  52. ^ "AM Fatwa: 85% warga PAN dukung SBY-JK". detiknews. Diakses tanggal 2024-01-02. 
  53. ^ a b "Kini SBY dan Mega Tinggal Tunggu Keputusan PKB". detiknews. Diakses tanggal 2024-01-02. 
  54. ^ Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya; Suryadinata, Leo (2005). Emerging Democracy in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 107. ISBN 981-230-323-5. 
  55. ^ "Hasil Perhitungan Suara Sah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Menurut Provinsi Tahun 2004 , 2009 , 2014, 2019". Statistics Indonesia. 9 January 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 March 2020. Diakses tanggal 14 April 2021. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]