Lompat ke isi

Sumatra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Swarnadwipa)
Sumatra
Nama lokal:

سومترا (Jawi)
ᯘᯮᯔᯖ᯲ᯒ (Surat Batak)
ꤼꥇꥆꥈꤸꤳ꥓ꤽ (Rejang)
Topografi Pulau Sumatra
Pulau Sumatra di Indonesia
Geografi
LokasiAsia Tenggara
Koordinat0°00′N 102°00′E / 0.000°N 102.000°E / 0.000; 102.000
KepulauanKepulauan Sunda Besar
Luas473.481 km2
Peringkat luaske-6
Titik tertinggiGunung Kerinci (3.805 m)
Pemerintahan
Negara Indonesia
Provinsi Aceh
 Sumatera Utara
 Sumatera Barat
 Riau
 Jambi
 Bengkulu
 Sumatera Selatan
 Lampung
Kota terbesar Medan (2.539.829 (2024)[1] jiwa)
Kependudukan
Penduduk56.795.305 jiwa (2024)
Kepadatan120 jiwa/km2
Kelompok etnikMelayu, Batak, Minangkabau, Aceh, Lampung, Rejang, Komering, Gayo, Kubu, Sakai, dan lain-lain
Info lainnya
Zona waktu
Peta

Sumatra (ejaan tidak baku: Sumatera)[a] adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 km². Penduduk yang tinggal di pulau ini sekitar 56.795.305 jiwa (sensus 2024).[3] Pulau ini dikenal pula dengan beragam nama yaitu Pulau Percha, Andalas, Bumi Melayu atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas").

Etimologi dan nama lain

[sunting | sunting sumber]

Pulau Emas

[sunting | sunting sumber]

Menurut Hamka, asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan kata Samudra yang merujuk pada Kesultanan Samudera Pasai di pesisir timur Aceh. Pernyataan ini didukung oleh catatan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko pada tahun 1345 yang melafalkan Samudra menjadi Shumathra karena ketidakmampuannya dalam membaca huruf dalam Bahasa Sansekerta[4] Akan tetapi, Nicolaas Johannes Krom menyatakan bahwa kata Sumatera berasal dari kata Sumatrabhumi yang merupakan variasi dari Suwarnabhumi.[5] Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatra berasal dari gelar seorang raja Sriwijaya Haji Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"),[6]

Istilah Suwarnabhumi muncul pada prasasti di India, seperti Prasasti Nalanda di India (860 M) dan Prasasti Tanjore (1030 M) yang ditulis dalam bahasa Sanskerta yang menceritakan perjalanan utusan Kerajaan Chola ke Sumatra.[7] Nama-nama ini juga sudah tertulis dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India yang berasal dari beberapa daerah di India, seperti Sungai Gangga, Benares, Champa dan Vaishali ke Suwarnabhumi.[8] Epos Ramayana juga memuat nama Sumatra sebagai Suvarna rupyaka dvipa yang memiliki makna lahan emas perak bersamaan dengan pulau Jawa sebagai Yawadwipa. [9]

Selain prasasti dan catatan India, prasasti di Indonesia juga memuat nama ini seperti pada Prasasti Padang Roco yang ditulis pada tahun 1286 M yang mencatat Suvarṇabhūmi sebagai Sumatra dan Bhūmijāva sebagai Jawa.[10]Pada Prasasti Kuburajo, Adityawarman menyebut dirinya sebagai kanakamedinindra atau raja tanah emas.[11] Hal ini beriringan dengan pemindahan ibukota kerajaanya ke Sumatera Barat pada abad 14 yang saat itu dikenal memiliki dataran tinggi minangkabau yang kaya akan emas.[12]Dalam cerita rakyat Minangkabau seperti pada cerita Kaba Cindua Mato dengan istilah pulau emas dikenal dengan nama Pulau Ameh dalam Bahasa Minangkabau.[13]Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dan Pararaton menyatakan pada tahun 1275 , Sri Kertanegara mengirim expedisi dari Singosari ke Suwarnabumi ( Melayu ) dengan nama Ekspedisi Pamalayu.[14]

Para musafir Arab menyebut Sumatra dengan nama "Serendib" yang merupakan transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib.[15] Seorang musafir dari Tiongkok yang bernama I-tsing juga menyebut menyebut Sumatra dengan nama chin-chou yang merupakan transliterasi dari Suwarnadipa dalam rute perjalanannya.[7].[16] Berdasarkan pendapat Richard Carnac Temple, abad pertengahan orang Eropa Percaya bahwa Taprobana merupakan julukan untuk Sumatra, tetapi diperkirakan ini merupakan misinterpretasi karena nama ini merujuk pada Sri Lanka.[17]

Penggunaan kata Sumatra mengalami beberapa variasi kata seperti Siometra, Sumutra, Samudra, Samatra, Sciamuthera yang tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan orang Eropa seperti Portugis dan Venesia.[5]

Kerajaan maritim dan komersial Sriwijaya mengalami keruntuhan pada tahun 688 Hijriyah[18]. Penyebutan Bupati di pergunakan untuk menyebut Raja Sriwijaya yang bernama Haji Yuwa Rajya Punku Syri Haridewa tertulis dalam Prasasti Hujung Langit Yuwaraja pada Abad ke-9 Masehi, Sriwijaya berkembang di Indonesia[18]. Kerajaan ini berasal dari Sumatera Selatan Batu Brak menguasai Selat Malaka, kekuasaan Kedatuan Sriwijaya berlandaskan International Perdagangan Cina dan India[18]. Para Raja Sriwijaya mendirikan biara-biara di Negapattam tenggara India. Chola kerajaan India yang pada Abad ke-10 Masehi Sriwijaya berkembang menguasai sebagian besar pulau Jawa[18]. Kedatuan Sriwijaya sebagai penghalang Kerajaan Chola India di jalur laut antara Asia Selatan dan Timur, pada tahun 1025 Kerajaan Chola merebut Kerajaan yang berada di Palembang, menangkap raja dan seluruh anggota keluarganya termasuk pejabat-pejabat kerajaan, pembantu serta membawa hartanya, pada awal Abad ke-12 Masehi Kedatuan Sriwijaya telah direduksi menjadi kerajaan dengan raja terahir seorang laki-laki bernama Ratu Sekerummong yang pada Abad ke-13 M telah ditaklukkan ditumbangkan oleh keturunan dari Ratu Ngegalang Paksi tetesan darah, darah yang menetes dari Sultan Iskandar Zulkarnain[18] "Sultan yang dipertuan" yakni Ampu Pernong, nyerupa, balunguh, berjalandiwai. Seorang bawahan Kerajaan Majapahit di Jawa segera mendominasi panggung Politik Indonesia[18][19], di daerah Jawa ketika konflik internal kerajaan Majapahit, berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik tersebut, hal ini dimanfaatkan oleh keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam di pulau jawa yaitu kerajaan Demak walaupun masih bersipat lokal. Kerajaan Haru, sebuah kerajaan Karo yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara dan berkuasa pada kurun abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi. Pada masa jayanya kerajaan ini adalah kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara Selat Malaka.

[20]

Kemudian bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam lainnya dari pulau Sumatra[3]. Tertinggi bahkan bisa menkerucut menjadi Piramida kerajaan yang berdiri pada abad ke-7 Hijriyah tanggal 29 Rajab tahun 688 Mujarrad rasulullah sallallahu alayhi wasallam di Lampung sebagai kekhususan satuan wilayah administrasi pemerintahan. Sedangkan pada tahun 1601 nusantara di jajah oleh kerajaan Belanda yang datang ke Indonesia[3].

Secara umum, pesisir timur pulau Sumatra didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi ke dalam beberapa suku/subsuku. Suku-suku besar lainnya selain suku Melayu ialah Batak, Minangkabau, Aceh, Lampung, Kerinci, Rejang, Komering, Gayo dan suku-suku lainnya. Di wilayah pesisir Sumatra dan di beberapa kota-kota besar seperti Medan, Batam,Pekan Baru, Palembang dan Bandar Lampung, banyak bermukim etnis pendatang seperti Jawa, Banjar, Sunda, Tionghoa dan India. Mata pencaharian penduduk Sumatra sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang.

Penduduk Sumatra mayoritas beragama Islam dan sebagian merupakan penganut ajaran Kristen Protestan maupun Katolik, terutama di wilayah Tapanuli dan Toba-Samosir termasuk sebagian wilayah lainya di Sumatera Utara. Di wilayah perkotaan, seperti Medan, Pekanbaru, Batam, Pangkal Pinang, Palembang, dan Bandar Lampung dijumpai beberapa penganut Buddha dan Konghucu utamanya dianut oleh orang-orang Tionghoa.

Berikut adalah 8 suku bangsa terbesar yang ada di Sumatera menurut sensus BPS 2010 (termasuk Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nias, Mentawai, Simeulue dan pulau-pulau di sekitarnya)[21]

No Suku Bangsa Jumlah
1 Suku Jawa 15.239.275
2 Suku Melayu (Riau,Jambi,Palembang,Suku Asal Sumatera Lain) 12.308.609
3 Suku Batak 7.302.330
4 Suku Minangkabau 5.799.001
5 Suku Asal Aceh 3.991.883
6 Suku Sunda 1.231.888
7 Suku Asal Lampung 1.109.601
8 Suku Nias 1.021.267

Transportasi

[sunting | sunting sumber]

Kota-kota di pulau Sumatra dihubungkan oleh empat ruas jalan lintas, yakni lintas tengah, lintas timur, lintas barat dan lintas pantai timur yang melintang dari barat laut - tenggara Sumatra. Selain itu terdapat pula ruas jalan yang melintang dari barat - timur, seperti ruas Bengkulu - Palembang, Padang - Jambi, serta Padang - Dumai - Medan.

Di beberapa bagian pulau Sumatra, kereta api merupakan sarana transportasi alternatif. Di bagian selatan, jalur kereta api bermula dari Pelabuhan Panjang (Lampung) hingga Lubuk Linggau dan Palembang (Sumatera Selatan). Di tengah pulau Sumatra, jalur kereta api hanya terdapat di Sumatera Barat. Jalur ini menghubungkan antara kota Padang dengan Sawah Lunto dan kota Padang dengan kota Pariaman. Semasa kolonial Belanda hingga tahun 2001, jalur Padang - Sawah Lunto dipergunakan untuk pengangkutan batu bara. Tetapi semenjak cadangan batu bara di Ombilin mulai menipis, maka jalur ini tidak berfungsi lagi. Sejak akhir tahun 2006, pemerintah provinsi Sumatera Barat, kembali mengaktifkan jalur ini sebagai jalur kereta wisata.

Di utara Sumatra, jalur kereta api membentang dari kota Medan sampai ke kota Rantau Prapat. Pada jalur ini, kereta api dipergunakan sebagai sarana pengangkutan kelapa sawit dan penumpang.

Penerbangan internasional dilayani dari Banda Aceh (Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda), Medan (Bandar Udara Internasional Kuala Namu), Padang (Bandara Internasional Minangkabau, Batam (Bandar Udara Internasional Hang Nadim), Tanjungpinang (Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah) dan Palembang (Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II). Sedangkan pelabuhan kapal laut ada di Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), Batam Centre (Batam), Bulang Linggi (Bintan), Sri Bintan Pura (Tanjungpinang) dan Bakauheni (Lampung).

Pulau Sumatra merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatra, yaitu provinsi Aceh, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatra ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing.

Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah:

  • Arun (Aceh), menghasilkan gas alam.
  • Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi
  • Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi.
  • Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara.
  • Lahat (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara.
  • Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi.
  • Tanjungpinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit.
  • Natuna dan Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), menghasilkan minyak bumi dan gas alam.
  • Singkep (Kepulauan Riau), menghasilkan timah.
  • Karimun (Kepulauan Riau), menghasilkan granit.
  • Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen.
  • Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara.

Beberapa kota di pulau Sumatra, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatra, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar nasional yang berkantor pusat di sini.

Selain kota Medan, kota-kota besar lain di pulau Sumatra adalah:

  1. Palembang, Sumatera Selatan
  2. Bandar Lampung, Lampung
  3. Pekanbaru, Riau
  4. Batam, Kepulauan Riau
  5. Padang, Sumatera Barat

Geografis

[sunting | sunting sumber]

Pulau Sumatra terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Andaman, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain Asahan (Sumatera Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Inderagiri (Sumatera Barat, Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi), Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatera Selatan), Way Semaka, Way Sekampung, Way Tulangbawang, Way Seputih dan Way Mesuji (Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatra di antaranya Batang Tarusan (Sumatera Barat) dan Ketahun (Bengkulu).

Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1500 km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat puluhan gunung, baik yang tidak aktif Gunung Pesagi, maupun gunung berapi yang masih aktif, seperti Geureudong (Aceh), Sinabung (Sumatera Utara), Marapi dan Talang (Sumatera Barat), Gunung Dempo (Sumatera Selatan), Gunung Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Sumatera Barat, Jambi). Di pulau Sumatra juga terdapat beberapa danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi) Danau Suoh dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).

Gunung-gunung di Sumatra yang berketinggian di atas 2.500 meter dpl

[sunting | sunting sumber]

Administrasi

[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan di pulau Sumatra dibagi menjadi 8 provinsi.

Provinsi Ibu kota Gubernur Luas Wilayah
(km2)
Populasi
(2024)
Kabupaten/
Kota
Logo Peta
Aceh Banda Aceh Achmad Marzuki 56.835 5.570.453 23
Sumatera Utara Medan Edy Rahmayadi 72.461 15.548.873 33
Sumatera Barat Padang Mahyeldi Ansharullah 42.120 5.788.436 19
Riau Pekanbaru Syamsuar 89.936 6.969.031 12
Jambi Jambi Al Haris 49.027 3.795.579 11
Bengkulu Bengkulu Rohidin Mersyah 20.128 2.115.024 10
Sumatera Selatan Palembang Herman Deru 91.592 8.973.168 17
Lampung Bandar Lampung Arinal Djunaidi 33.570 9.176.546 15

Kota besar

[sunting | sunting sumber]

Berikut 15 kota besar di Sumatra berdasarkan jumlah populasi tahun 2024 (Kemendagri) (termasuk Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nias, Mentawai, Simeulue dan pulau-pulau di sekitarnya).

No. Kota Provinsi Populasi
(2024)
Tanggal peresmian
1 Medan Sumatera Utara 2.539.829 1 Juli 1590; 434 tahun lalu (1590-07-01)
2 Palembang Sumatera Selatan 1.781.672 17 Juni 683; 1341 tahun lalu (683-06-17)
3 Batam Kepulauan Riau 1.294.548 18 Desember 1829; 195 tahun lalu (1829-12-18)
4 Pekanbaru Riau 1.138.530 23 Juni 1784; 240 tahun lalu (1784-06-23)
5 Bandar Lampung Lampung 1.073.451 17 Juni 1682; 342 tahun lalu (1682-06-17)
6 Padang Sumatera Barat 939.851 7 Agustus 1669; 355 tahun lalu (1669-08-07)
7 Jambi Jambi 641.022 17 Mei 1946; 78 tahun lalu (1946-05-17)
8 Bengkulu Bengkulu 394.192 18 Maret 1719; 305 tahun lalu (1719-03-18)
9 Dumai Riau 349.389 20 April 1999; 25 tahun lalu (1999-04-20)
10 Binjai Sumatera Utara 312.628 17 Mei 1872; 152 tahun lalu (1872-05-17)
11 Pematangsiantar Sumatera Utara 278.325 24 April 1871; 153 tahun lalu (1871-04-24)
12 Banda Aceh Aceh 262.962 22 April 1205; 819 tahun lalu (1205-04-22)
13 Lubuklinggau Sumatera Selatan 245.287 17 Oktober 2001; 23 tahun lalu (2001-10-17)
14 Pangkalpinang Bangka Belitung 239.730 17 September 1757; 267 tahun lalu (1757-09-17)
15 Prabumulih Sumatera Selatan 211.395 17 Oktober 2001; 23 tahun lalu (2001-10-17)



Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia telah disebutkan bahwa Sumatra adalah ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia;[2] Namun, secara populer dieja dalam bahasa Indonesia yang tidak baku sebagai Sumatera.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama DUKCAPIL
  2. ^ "Arti kata Sumatra". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. KBBI Daring. Diakses tanggal 31 Juli 2024. 
  3. ^ a b c "The Largest Islands in the World | Britannica". Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-31. 
  4. ^ Hamka (1950). Sedjarah Islam di Sumatera (PDF). Medan: Pustaka Nasional. hlm. 7. 
  5. ^ a b Krom, N. J. (1941). "De Naam Sumatra". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. 100: 5–25. ISSN 1383-5408. 
  6. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula (dalam bahasa Inggris). Continental Sales, Incorporated. hlm. 175. ISBN 978-981-4155-67-0. 
  7. ^ a b Herdahita Putri, Risa (13 Mei 2018). "Pulau Emas di Barat Nusantara". historia.id. Diakses tanggal 20 Juni 2023. 
  8. ^ Jain, Kailash Chand (1991). Lord Mahāvīra and His Times (dalam bahasa Inggris). Motilal Banarsidass Publ. hlm. 301. ISBN 978-81-208-0805-8. 
  9. ^ Nair, T.P. Sankarankutty (2006). "Indo Bali Relations in Pre-Modern Times a Peep into Bali's Life and Cultrue". Proceedings of the Indian History Congress. 67: 839–844. ISSN 2249-1937. 
  10. ^ Revire, Nicolas (2018). "Facts and Fiction: The Myth of Suvaṇṇabhūmi Through the Thai and Burmese Looking Glass". TRaNS: Trans-Regional and -National Studies of Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 167–205. doi:10.1017/trn.2018.8. ISSN 2051-364X. 
  11. ^ "Prasasti Tinggalan Adityawarman, Kubu Rajo atau Kubur Rajo?". Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat (dalam bahasa Inggris). 2016-09-10. Diakses tanggal 2024-07-03. 
  12. ^ Bennett, Anna T. N. (2009). "Gold in early Southeast Asia". ArcheoSciences. Revue d'archéométrie (dalam bahasa Inggris) (33): 99–107. doi:10.4000/archeosciences.2072. ISSN 1960-1360. 
  13. ^ Fitria, Putri (2023). Kamus Sejarah dan Budaya Indonesia. Nuansa Cendekia. hlm. 200. ISBN 978-602-350-207-3. 
  14. ^ Samin, Suwardi Mohammad (1991). Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan. Yayasan Penerbit MSI-Riau. hlm. 18. 
  15. ^ Borham, Abd Jalil (2012). Islam Di Pahang (dalam bahasa Melayu). Penerbit Universiti Malaysia Pahang. hlm. 67. ISBN 978-967-0120-61-4. 
  16. ^ Muljana, Prof Dr Slamet (2006-01-01). Sriwijaya. Lkis Pelangi Aksara. hlm. 62. ISBN 978-979-8451-62-1. 
  17. ^ Temple, Lt Col Sir Richard Carnac (2017). The Travels of Peter Mundy, in Europe and Asia, 1608-1667: Volumes I-V (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 116. ISBN 978-1-317-01315-0. 
  18. ^ a b c d e f https://www.britannica.com/place/Srivijaya-empire
  19. ^ http://digilib.ubl.ac.id/index.php?p=show_detail&id=17297&keywords=
  20. ^ Bonatz, Dominik; Miksic, John; Neidel, J. David, ed. (2009). From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra. Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing. ISBN 978-1-4438-0497-4. 
  21. ^ "Badan Pusat Statistik". www.bps.go.id. Diakses tanggal 2021-12-19. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]