Lompat ke isi

Kebajikan (Buddhisme)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Puñña)
Seorang umat perumahtangga sedang bederma makanan kepada bhikkhu

Kebajikan, jasa, atau jasa kebajikan (Pali: puñña; Sanskerta: puṇya) adalah konsep yang dianggap mendasar bagi etika Buddhis. Kebajikan merujuk pada berbagai perbuatan baik (kusala-kamma) melalui pikiran, ucapan, dan jasmani sesuai Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Dalam aliran Theravāda, kebajikan didasarkan pada kerangka "sepuluh landasan kebajikan" (Pāli: dasa-puñña-kiriya-vatthu) dan "sepuluh jalan perbuatan baik" (Pāli: kusalakammapatha). Kebajikan yang diaspirasikan untuk pencapaian Nirwana, alih-alih keuntungan duniawi, terakumulasi menjadi paramita atau kesempurnaan (Pāli: pāramī; Sanskerta: pāramitā).

Dalam aliran Mahāyāna, kebajikan didasarkan pada "sepuluh jalan Bodhisatwa mencegah penderitaan dari semua buah karma buruk."

Theravāda

[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab komentar untuk kitab Vibhaṅga dalam Abhidhamma Piṭaka, kebajikan didefinisikan sebagai berikut:[1][2]

Terdapat tiga poin utama, yaitu:

  • Membersihkan arus batin dari siapa pun yang melakukannya. Ketika seseorang melakukan kebajikan dengan benar, maka pada saat itu arus batin dia berada dalam keadaan yang bersih dari pengotor batin (kilesa) [secara temporer].
  • Memenuhi atau menyempurnakan kecenderungan untuk orang yang melakukan kebajikan. Kebajikan yang dilakukan seseorang akan memperkuat kecenderungan dia untuk melakukannya lagi sehingga akhirnya menjadi sifat dan karakter atau kebiasaan seseorang.
  • Menghasilkan kelahiran yang terhormat atau mulia. Semua jenis kebajikan yang dilakukan, apabila berfungsi sebagai karma produktif, maka kebajikan tersebut akan membuahkan kelahiran di alam-alam yang baik.

Dalam kitab-kitab Theravāda, terdapat enam pengerahan usaha untuk melakukan kebajikan (puññāyūhana):

  1. Mengembangkan kebiasaan untuk melakukan kebajikan seperti berdana, mengajar Dhamma, atau kebajikan lain secara rutin. Dengan cara ini, kebajikan pun terakumulasi melalui kebiasaan-kebiasaan yang telah berkembang.
  2. Mencontoh kebajikan kalyāṇamitta (teman-teman spiritual yang baik) yang telah terbiasa melakukan perbuatan baik.
  3. Melakukan kebajikan dengan tangan sendiri.
  4. Melakukan kebajikan dengan meminta orang lain untuk melakukannya.
  5. Melakukan kebajikan dengan pengetahuan atau kebijaksanaan, artinya dengan pemahaman atas hukum karma dan buahnya.
  6. Melakukan kebajikan tanpa pengetahuan atau kebijaksanaan, artinya tanpa pemahaman atas hukum karma dan buahnya.

Sepuluh landasan kebajikan

[sunting | sunting sumber]

"Sepuluh landasan kebajikan" (Pāli: dasa-puñña-kiriya-vatthu) didasarkan pada Puññakiriyavatthu Sutta (Aṅguttara Nikāya 8.36):[1]

  1. Bederma (dāna)
  2. Moralitas atau akhlak (sīla)
  3. Meditasi (bhāvanā)
  4. Rasa hormat (apaciti)
  5. Pelayanan (veyyāvacca)
  6. Persembahan kebajikan atau pelimpahan jasa (pattānuppadāna atau pattidāna)
  7. Ungkapan kebahagiaan (abbhanumodanā atau pattanumodanā)
  8. Pengajaran Dhamma (Dhammadesanā)
  9. Pendengaran Dhamma (Dhammasavana)
  10. Pelurusan pandangan (diṭṭhijukamma)

Sepuluh landasan kebajikan tersebut juga sering dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dāna (derma), sīla (moralitas atau akhlak), dan bhāvanā (pengembangan batin) dengan skema berikut ini:[1]

  1. Kelompok derma (dāna)
    • Bederma (dāna)
    • Persembahan kebajikan atau pelimpahan jasa (pattānuppadāna atau pattidāna)
    • Ungkapan kebahagiaan (abbhanumodanā atau pattanumodanā)
  2. Keompok moralitas atau akhlak (sīla)
    • Moralitas atau akhlak (sīla)
    • Rasa hormat (apaciti)
    • Pelayanan (veyyāvacca)
  3. Kelompok meditasi atau pengembangan batin (bhāvanā)

Landasan kebajikan yang dibuat melalui bederma (dāna) merujuk pada kehendak (cetanā) yang muncul di arus batin pada tiga waktu:[1]

  1. Sebelum, yaitu saat mempersiapkan objek yang akan didanakan.
  2. Berlangsung, yaitu saat sedang memberikan dana.
  3. Sesudah, yaitu saat merenungkan kembali dengan hati yang sangat bahagia. Tradisi Buddhis mengajarkan untuk mengucapkan "sādhu, sādhu, sādhu" setelah melakukan kebajikan.

Landasan kebajikan yang dibuat melalui akhlak (sīla-mayaṁ puññakiriyavatthu) mencakup kemunculan kehendak (cetanā) di tiga waktu (sebelum, pada saat, dan sesudah) yang menjadi satu pada saat seseorang mengamalkan lima, delapan, atau sepuluh sīla.[1]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui meditasi (bhāvanā-mayaṁ puññakiriyavatthu) adalah kehendak (cetanā) yang muncul di arus batin seseorang yang bermeditasi untuk merealisasi bahwa mata, telinga, batin, kesadaran indrawi, kesadaran batin, kontak-kontak indra, objek-objek indra, perasaan yang muncul, persepsi atas objek indra, usia tua, dan kematian memiliki karakteristik ketidakkekalan (anicca), ketidakpuasan (dukkha), dan tanpa-diri (anatta).[1]

Rasa hormat

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui rasa hormat (apaciti-sahagata) dapat dilakukan dengan membantu seseorang yang lebih tua atau bhikkhu yang lebih senior dalam melakukan aktivitasnya.[1]

Pelayanan

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui pelayanan (veyyāvacca-sahagata) dapat dilakukan dengan melayani para bhikkhu dengan penuh tanggung jawab, membawakan mangkuk makanan seorang bhikkhu, dan melayani persembahan Dhamma.[1]

Pelimpahan jasa

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui persembahan kebajikan atau pelimpahan jasa yang telah diperoleh (pattānuppadāna atau pattidāna) dapat dilakukan dengan mempersembahkan kebajikan yang sudah dilakukan untuk orang yang sudah meninggal dengan mengatakan, "Semoga kebajikan ini melimpah kepada si A", "Saya membagian kebajikan ini untuk si A", atau dipersembahkan untuk semua makhluk dengan berkata, "Semoga kebajikan ini melimpah kepada semua makhluk."[1]

Ungkapan kebahagiaan

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui ungkapan kebahagiaan atas kebajikan yang telah dilakukan (abbhanumodanā atau pattanumodanā) dapat dilakukan pada saat seseorang memberikan ucapan terima kasih dengan mengucapkan, "sādhu sādhu" sebagai apresiasi atau ungkapan rasa bahagia kepada mereka yang telah membagikan kebajikannya atau diberikan ketika mereka sedang melakukan kebajikan.[1]

Pengajaran Dhamma

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui mengajarkan Dhamma (desanā-mayaṁ puññakiriyavatthu) adalah ketika seseorang telah hapal Dhamma (paguṇadhamma) dan mengajarkannya dengan menjadikan pencapaian Nirwana sebagai tujuan tertinggi, bukan dengan motivasi ingin mendapatkan keuntungan pribadi.[1]

Pendengaran Dhamma

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui mendengarkan Dhamma (dhammasavana-mayaṁ puññakiriyavatthu) ada dua jenis:[1]

  1. Seseorang mendengarkan Dhamma dengan berpikir, "Dengan mendengarkan Dhamma maka mereka akan menganggap saya sebagai seseorang yang mempunyai keyakinan (saddhā)." Niat hati yang demikian tidak akan menghasilkan buah yang besar.
  2. Ketika seseorang mendengarkan Dhamma dengan hati yang lembut, dipenuhi dengan kualitas hati yang penuh kebaikan sembari berpikir, "Dhamma yang dibabarkan akan membawa banyak manfaat untuk kehidupanku." Niat hati yang demikian akan menghasilkan buah yang besar.

Pelurusan pandangan

[sunting | sunting sumber]

Landasan kebajikan yang dibuat melalui meluruskan pandangan (diṭṭhijukammaṁ puññakiriyavatthu) adalah memperbaiki opini atau pandangan pribadi yang masih kurang baik. Buddha telah mengajarkan tentang 62 jenis pandangan salah yang patut diluruskan.[1]

Sepuluh jalan perbuatan baik

[sunting | sunting sumber]

Buddha juga mengenalkan kerangka "sepuluh jalan perbuatan baik" (Pāli: kusalakammapatha) untuk melakukan kebajikan. Kerangka tersebut didasarkan pada tiga pintu, yaitu pintu-tubuh, pintu-ucapan, dan pintu-mental, sebagai berikut:[1]

  • Tiga perbuatan baik melalui tubuh (Pāli: kusala kāyakamma)
  1. Menahan diri dari pembunuhan (pāṇātipātā veramaṇī)
  2. Menahan diri dari pencurian (adinnādānā veramaṇī)
  3. Menahan diri dari perzinaan (kāmesumicchācārā veramaṇī)
  • Empat perbuatan baik melalui ucapan (kusala vacīkamma)
  1. Menahan diri dari perkataan tidak benar (musāvādā veramaṇī)
  2. Menahan diri dari ucapan fitnah (pisuṇāya vācāya veramaṇī)
  3. Menahan diri dari ucapan kasar (pharusāya vācāya veramaṇī)
  4. Menahan diri dari omong kosong (samphappalāpā veramaṇī)
  • Tiga perbuatan baik melalui mental (kusala manokamma)
  1. Tiadanya dambaan (anabhijjhā)
  2. Tiadanya niat jahat (abyāpāda)
  3. Pandangan-benar (sammādiṭṭhi)

Kebajikan dan paramita

[sunting | sunting sumber]

Kebajikan yang diaspirasikan untuk pencapaian Nirwana, alih-alih keuntungan duniawi, terakumulasi menjadi paramita (Pāli: pāramī). Paramita (pāramī) berbeda dari kebajikan (puñña) dalam arti apabila menghasilkan kelahiran kembali, maka kebajikan yang akan melahirkan makhluk di alam-alam tertentu. Kebajikan tidak akan bisa membuat suatu makhluk keluar dari samsara karena kebajikan berbuah di dalam samsara. Kebajikan mengendorkan ikatan suatu makhluk di samsara, tidak melepaskannya. Dengan kebajikan, seseorang mendapatkan kehidupan yang baik sehingga mempermudah seseorang untuk belajar (pariyatti) dan berlatih meditasi (paṭipatti). Namun, untuk keluar dari saṃsāra, dibutuhkan paramita. Paramita membantu penembusan Empat Kebenaran Mulia (paṭivedha) dan pencapaian Nirwana.[2]

Dalam aliran Mahāyāna, kebajikan didasarkan pada sepuluh jalan Bodhisatwa mencegah “penderitaan dari semua buah karma buruk”. Sepuluh jalan tersebut adalah:

  • Dengan menghentikan pembunuhan, praktisi akan mencapai kebebasan dari gangguan;
  • Dengan menghentikan pencurian, praktisi akan menemukan keamanan dalam hidup, secara ekonomi, sosial dan spiritual;
  • Dengan menghentikan perilaku salah (seksual), praktisi akan menemukan kedamaian batin dan kedamaian dalam kehidupan keluarga;
  • Dengan menghentikan kebohongan, praktisi akan mencapai kemurnian ucapan dan pikiran;
  • Dengan menghentikan fitnah, praktisi akan dilindungi secara sosial dan spiritual;
  • Dengan menghentikan bahasa kasar, kata-kata praktisi akan lebih efektif;
  • Dengan menghentikan ucapan yang tidak senonoh, praktisi akan menjadi bijak dan bermartabat;
  • Dengan menghentikan nafsu, praktisi menemukan kebebasan dalam hidup melalui kepuasan dan kesederhanaan;
  • Dengan menghentikan kebencian, praktisi akan mengembangkan kebaikan dan kelembutan;
  • Dengan melepaskan pandangan salah, praktisi tidak akan goyah di jalan yang baik dan spiritual.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Kheminda, Ashin (2020-02-01). KAMMA: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-0-8. 
  2. ^ a b Kheminda, Ashin (2017). "Tentang Kebajikan dan Pāramī". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-04-11. 
  3. ^ Bhikkhu, Saddhaloka. "The Discourse on the Ten Wholesome Ways of Action". Buddhistdoor. Diakses tanggal 13 November 2014.